MERDEKABICARA.COM| LHOKSEUMAWE – Mahasiswa asal Papua yang saat ini menimba ilmu di Universitas Malikussaleh Aceh Utara meminta pemerintah RI agar membuka ruang dialog untuk menyelesaikan konflik yang tak kunjung berakhir di tanah Papua. Pernyataan sikap ini disampaikan perwakilan mahasiswa asal Papua di Aceh dalam rangka memperingati 60 tahun Deklarasi Kemerdekaan West Papua ke 60 tahun.
“Kami mau menyampaikan di tanggal 1 Desember kepada pemerintah pusat bahwa kami mau meminta solusi terbaik adalah pemerintah bisa memberi ruang untuk dialog. Itu adalah solusi yang terbaik. Jika tidak dibuka ruang dialog ini konflik akan berjalan terus” kata Weki Penggu kepada awak media dalam konferensi pers yang digelar di kawasan Reuleut, Aceh Utara, Rabu (1/12/21).
Menurut mereka pemerintah RI harus berani membuka ruang dialog untuk mengatasi krisis dan konflik yang terjadi sejak puluhan tahun lalu. “Kalau pemerintah tidak berani memberikan dialog, maka beri hak penuh untuk rakyat Papua mencapai kemerdekaanya. Karena sejarah telah tertulis secara detail perjuangan rakyat papua” kata Weki.
Dalam menyampaikan aspirasinya, mahasiswa yang menimba ilmu di berbagai fakultas di Unimal ini juga mengusung tuntutan. Diantaranya Save Papua, Selesaikan Pelanggaran HAM di Papua, Stop Intimidasi, Segera Tarik Militer Dari Papua, Save Perempuan Papua, Stop Menculik Aktivis Papua, Stop Rasis dan Kami Bukan Monyet.
Selain Weki, mahasiswa lainnya, Charles Katunggung juga menyampaikan tuntutan agar pemerintah membebaskan aktivis Papua Viktor Yeimo. Viktor ditangkap di Jayapura pada tahun lalu dan saat ini sedang menjalani persidangan. Menurut Charles penangkapan Viktor atas tuduhan makar tidak berdasar, karena viktor melakukan perlawanan atas kasus rasisme terhadap warga Papua yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu.
“Kami minta bebaskan Viktor Yeimo. Beliau adalah korban rasisme dan memperjuangkan penolakan atas kasus rasial yang terjadi di Surabaya. Kami minta bebaskan dari semua tuduhan” ujar Charles.
Sekedar catatan, Victor ditangkap di Jayapura, Papua, Minggu (9/5/20) sekitar pukul 19.15 WIT, usai masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2019.
Dalam kesempatan itu, tokoh mahasiswa lainnya, Natalis, juga menuntut pemerintah pusat untuk menarik seluruh militer dari tanah Papua, agar masyarakat sipil Papua tidak trauma dan merasa nyaman melakukan kegiatan sehari-hari di tanahnya sendiri.
“Ada banyak pengungsi di sana dan banyak korban pengungsi yang dirawat di rumah sakit di tempat-tempat tertentu. Kami meminta pemerintah pusat untuk menarik seluruh militer agar kehidupan rakyat Papua bisa berjalan secara damai,” ujar Natalis
Berikut isi tuntutan mahasiswa asal Papua di Aceh ;
Pertama: kami Mahasiswa Papua yg ber-kota study Aceh Utara – Lhokseumawe mengapresiasi dan memberikan penghormatan khusus kepada para pejuang kita yang sudah mendahului kita maupun yang sedang berjuang untuk Bangsa West Papua.
Kedua: kami Mahasiswa Papua yang ber-kota study Aceh Lhokseumawe meminta kepada pemerintah kolonial Indonesia segera memberikan Hak Penentuan Nasib sendiri Bagi Bangsa west Papua barat. Biarkan kami Bangsa west Papua memimpin diri kami sendiri di atas tanah air kami dan di atas tulang belakang nenek moyang kami agar kami dapat memperoleh keadilan, kedamaian dan ketentraman di atas tanah air kami sendiri.
Ketiga: pemerintah kolonial Indonesia segera menarik mister yang merajalela di Tanah Papua agar rakyat Papua dapat merasakan kedamaian yang sesungguhnya di atas negeri nya sendiri dan dapat merayakan hari raya Natal kelahiran sang juru selamat (Imanue)
Empat: pemerintah kolonial Indonesia segera tuntaskan pelanggaran HAM berat di tanah Papua dan segera mengadili pelaku pelaku pelanggaran HAM berat di tanah Papua kemudian segera melakukan dialog dengan tokoh pejuang tanah air west Papua barat , tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh gereja, tokoh masyarakat tokoh perempuan dan tokoh pemerintah Papua.
Penutup: beberapa hal yang kami sampaikan ini adalah bentuk dari aspirasi dan isi hati dari Rakyat Papua. {}