MERDEKABICARA.COM | JAKARTA — Ombudsman meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) mengutamakan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan (faskes). Ombudsman mengkritisi BPJS Kesehatan yang malah lebih sibuk menambah kepesertaan.
Berdasarkan data BPJSK, jumlah peserta mencapai sekitar 215 juta orang dari total penduduk Indonesia 261 juta. Berarti ada selisih 45 juta orang Indonesia belum daftar BPJS Kesehatan. Mayoritas peserta jenisnya PBI APBN (44,79 persen).
Sedangkan klasifikasi faskes mitra BPJS Kesehatan mayoritas ialah Puskesmas (36,53 persen) dan klinik pratama (24,04 persen). Jumlah rumah sakit ada di angka 8,23 persen.
Dari data itu, Komisioner Ombudsman Dadang Suharmawijaya menyoroti BPJS Kesehatan sudah gagal mewujudkan Universal Health Cover (UHC) yang mestinya dimulai 1 Januari 2019. Sebab target kepesertaan 95 persen tak berhasil diperoleh. Padahal, kata dia, BPJSK sebelumnya lebih aktif meningkatkan kepesertaan.
“UHC itu tidak tercapai. Alasannya kesiapan faskes belum terpenuhi. BPJS Kesehatan putus kontrak beberapa Rumah Sakit dengan alasan akreditasi belum penuhi syarat. Harusnya ada kewajiban pemerintah untuk benahi faskes,” katanya dalam diskusi, Kamis (10/1).
Ia menyayangkan pemerintah yang sempat berencana menjatuhkan sanksi bagi warga yang tak daftar BPJS Kesehatan. Bentuk sanksinya berupa mempersulit warga tersebut mengakses pelayanan publik seperti pengurusan KTP atau SIM. Beruntung rencana itu urung dilakukan.
“Ya justru itu yang menakuti masyarakat harus diimbangi dengan kelayakan faskes dan kesiapannya. Ini belum diwujudkan BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan adanya dana kapitasi di BPJS Kesehatan guna mendongkrak kualitas faskes. Terlebih, kata dia posisi BPJS Kesehatan tak sekedar asuransi, melainkan jaminan sosial.
“Kalau sebagai asuransi dia enggak ada kewajiban tingkatkan faskes. Ketika enggak sangggup ya diputus. Di BPJS Kesehatan ada unsur pemberdayaan faskes, kenapa ada itu dana kapitasi untuk angkat kelas faskes. Ada tanggungjawab BPJS Kesehatan, Itu yang enggak optimal,” ucapnya.
Ia menyarankan ketika BPJSK wajibkan kepesertaan ke invididu dan perusahaan, maka kewajiban itu harus diimbangi ketersediaan faskesnya.
“Termasuk rumah sakit diperbanyak yang kerjasama. Ini malah sibuk putus kontrak yang tak terakreditasi. Rumah sakit harusnya didorong untuk itu (akreditasi),” tuturnya.
Sumber : Republika.co.id