MERDEKABICARA.COM | TRIPOLI – Otoritas pemerintah yang di akui oleh PBB yakni Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya mengatakan tiga pangkalan udara di negaranya “diduduki” oleh pasukan asing.
Juru bicara militer GNA Mohammed Qanunu pada Rabu malam mengatakan di Facebook, tiga pangkalan udara – Al-Watya, Al-Jufra dan Al-Khadim yang dikendalikan oleh negara-negara asing termasuk Uni Emirat Arab (UEA).
“Pangkalan-pangkalan ini dikuasai oleh negara-negara asing untuk menciptakan kekacauan di Libya,” kata Qanunu.
Dia menambahkan bahwa pangkalan udara tersebut digunakan untuk “menerbangkan pesawat pengebom atau bomber yang menargetkan sipil dan instalasi negara, yang telah menewaskan ratusan warga sipil, termasuk anak-anak dan wanita, dan menghancurkan sekolah dan rumah sakit.”
Juru bicara itu mengatakan bahwa pembebasan dan netralisasi ketiga pangkalan udara telah menjadi “tugas moral dan nasional, dan merupakan prioritas bagi pasukan kami, karena mereka membahayakan warga sipil.”
Qanunu mengatakan pangkalan udara Al-Watya merupakan ancaman terbesar.
“Negara-negara yang mendukung [komandan Khalifa] Haftar telah berupaya menjadikannya [Al-Watya] sebagai pangkalan Emirati, mirip dengan peran pangkalan udara Al-Khadim,” kata dia.
Qanunu mengatakan pangkalan udara Al-Watya saat ini berada di bawah kendali sebagian pasukan GNA.
Dia menegaskan pihaknya sedang berupaya untuk mengosongkannya secara damai demi menghindari pertumpahan darah.
“Jika tidak [dikosongkan] dengan cara damai, mereka memaksa kami menggunakan kekerasan,” tambah dia.
Juru bicara itu mengatakan kelompok-kelompok bersenjata dari Darfur Sudan berada di Al-Jufra dan pesawat-pesawat tempur dan drone Emirat berada di pangkalan udara yang terletak di Libya tengah.
“Al-Jufra mengkekang wilayah selatan dan memisahkannya dari sisa Libya, karena memotong pasokan makanan dan obat-obatan dari semua kota di selatan,” kata dia.
Mengenai pangkalan udara Al-Khadim di Libya timur laut, Qanunu mengatakan, “UEA telah mendudukinya secara terbuka dan jelas sejak 2016, dan laporan-laporan tim pakar PBB telah menyampaikan kepada dunia gambaran lengkap tentang pendudukan pangkalan udara UEA.”
Dia menuturkan “banyak pembangunan terjadi di pangkalan udara, selama empat tahun, termasuk membangun hanggar pesawat, landasan pacu dan bangunan akomodasi untuk personil militer asing.”
Qanunu menekankan bahwa “pangkalan Al-Khadim adalah ruang operasi utama untuk pasukan asing, dan itu adalah pangkalan Emirati di tanah Libya.”
Pada Rabu, GNA mengecam kehadiran tidak sah dari pesawat jet tempur Rafale Prancis dan pasokan bahan bakar di atas daerah Misrata dan Abugrein.
GNA menuduh beberapa negara regional dan Eropa memberikan dukungan militer kepada milisi yang setia pada jendral Khalifa Haftar, yang juga menentang legitimasi dan otoritas GNA di negara kaya minyak itu.
Dalam sebuah pernyataan via video pada Senin, Jenderal Haftar yang memerangi pemerintah Libya yang diakui secara internasional di Tripoli, mengaku dirinya “menerima mandat rakyat” untuk memerintah negara itu.
Haftar mengatakan perjanjian Skhirat pada 2015 yang ditandatangani di bawah naungan PBB yang membentuk GNA untuk mengelola proses transisi di Libya sudah tidak berlaku lagi.
Haftar dan sekutu-sekutu politiknya berusaha menghalangi perjanjian tersebut untuk diberlakukan di lapangan.
Sejak penggulingan pemerintahan Muammar Khaddafi pada 2011, dua poros kekuasaan yang saling bersaing muncul di Libya, satu di Libya Timur yang didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab, dan satu lagi di Tripoli yang mendapat persetujuan PBB dan internasional.
Sumber : aa