MERDEKABICARA.COM | ACEH JAYA – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh ( YARA) mempertanyakan sertifikat tanah lahan warga yang masuk dalam program kegiatan redistribusi Tanah Objek Landreform ( TOL) di Aceh Jaya. Sampai saat ini tanah tersebut belum ada kepastian, kapan semua sertifikat tersebut bisa diterima oleh masyarakat, sebab sejak tahun 2015 telah di tetapkan petani atau lahan berdasarakan Surat Keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor 368 tahun 2015 tanggal 29 Oktober. Dengan luas yang ditetapkan 500 Ha yang terletak di Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya.
“Direncanakan di Tanah Objek Landreform tersebut akan dilangsungkan Program Peumakmue Gampong sektor perkebunan karet masyarakat, melalui Koperasi Serba Usaha ( KSU ) Rajawali”, kara Hamdani Ketua YARA Perwakilan Aceh Barat-Aceh Jaya, melalui pers rilis, Rabu (13/11).
Menurut informasi yang diterima, kata Hamdani dari Ketua KSU Rajawali Herman, proses awal pengusulan TOL tersebut tahun pada tahun 2015 yakni dibulan Agustus. Berkas pengajuan di terima langsung Zulfah SE yang pada saat itu menjabat Kepala Seksi Landreform Kanwil BPN Provinsi Aceh sebanyak 9 desa, dengan rincian Gampong Lam Durian, Alu Rayeuk, Babah Krueng, Cot Dulang, Puetu, Mareu, Sabet, Sango, dan Lam Asan dengan jumlah total 1011 berkas.
“Usulan tersebut berdasarkan tindaklanjut dari Keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor 407 Tahun 2014 Tentang penetapan calon petani dan calon penerima lahan program Peumakmue Gampong Perkebunan Karet, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, oleh KSU Rajawali” tutur Hamdani.
Lebih lanjut Hamdani mengulaskan, pada tahun 2015 di minta penambahan lagi, pihak koperasi juga telah memberikan tambahan calon petani atau calon lahan sebanyak 250 berkas yang terdiri dari 3 desa yakni Gampong Mareu, Sabet dan Puetu. Diserahkan pada 4 April 2016 juga di terima langsung oleh Zulfah SE.
Selanjutnya pada tahap ketiga sebut Hamdani, diminta lagi penambahan calon petani/lahan ( penerima program ) tersebut sebanyak 250 berkas, diserahkan juga pada bulan April 2016. Yang terdiri dari gampong Mareu, Alue Rayeuk, Lam Durian, Puetu 30, Cot Dulang, Babah Krueng, Lam Asan, Sango, Sabet.
Namun, Lanjut Hamdani, sampai saat ini tidak ada kejelasan mengenai kenapa semua sertifikat tanah belum diterima oleh mereka calaon petani, sementara saat pihak KSU Rajawali mengkonfirmasi Kepala Kanwil BPN Aceh Saiful SP, pihaknya mengembalikan semua dokumen sebanyak 1011 berkas, dari sembilan gampong ke masyarakat melalui koperasi dengan alasan sebagian lokasi lahan yang rencananya dibagikan kemasyarakat masuk ke dalam kawasan hutan produksi.
Padahal, tambah Hamdani, surat rekomendasi penetapan areal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Jaya yang di tujukan kepada KSU Raja Wali Nomor 525/409/2014, areal yang di usulkan oleh KSU rajawali berada diluar kawasan hutan dan tidak bertentangan dengan peraturan perudang undangan yang berlaku.
“Namun tiba – tiba pada Oktober 2019 pihak Kanwil BPN Aceh mengeluarkan 113 sertifikat di areal yang sama” ujarnya. Selaku pendamping pihak KSU Raja Wali mempertanyakan kejelasan atas keluarnya 113 sertifikat karena yang diusulkan sebanyak 1.511 berkas. Kenapa yang keluar hanya 113. Yang lainnya kemana.
YARA menginginkan kejelasan, karena dalam hal ini, KSU Rajawali memohon semuanya di keluarkan sertifikatnya. Dikarenakan masyarakat 9 desa sudah menanyakan perihal sertifikat yang dijanjikan itu, bahkan sudah ada berasumsi macam macam, ada yang mengatakan bahwa Ketua KSU Rajawali telah menjual (menggelapkan) sertifikat tersebut. Sehingga dalam hal ini pihak koperasi merasa di rugikan karena hilangnya kepercayaan dari masyarakat.
Selain itu, YARA juga meminta pihak terkait baik Kanwil BPN Aceh, BPN Kabupaten Aceh Jaya, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya untuk segera mencari solusi terkait persoalan itu, jangan sampai muncul polemik di tengah – tengah masyarakat terkait program ini yang dapat mengakibatkan terjadinya pergesekan sosial.
“Harapan kami program ini harus tetap berjalan jangan sampai gagal, sebab semua tahapan sudah di lakukan jangan sampai sia sia sehingga azas manfaat tidak dapat dirasakan oleh petani”, tutup Hamdani. (HS)