MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, MT menyerahkan “Buku PR” bersampul biru kepada Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh Periode 2019-2024 pada acara pertemuan Pemerintah Aceh dengan Forbes di Jakarta, Senin (11/11/2019). Buku yang diterima secara resmi oleh Sekretaris Forbes DPR dan DPD RI Illiza Sa’aduddin Djamal itu, luput dari perhatian awak media.
Padahal isi buku bertajuk “Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (2006-2019)” itu merupakan catatan penting tentang kendala implementasi kewenangan, kekhususan, dan keistimewaan Aceh, yang menjadi “PR” bersama; Pemerintah Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, dan Forbes DPR dan DPD RI, usai pertemuan Borobudur tersebut.
Selain memuat deskripsi umum tentang desentralisasi asimetris, buku biru itu juga mencatat isu-isu aktual keistimewaan Aceh dan Syariah Islam, peraturan pelaksana UUPA yang belum selesai atau perlu direvisi, soal pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh, termasuk percepatan pelaksanaan dan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) di Aceh.
Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam pengantarnya mengatakan, buku biru itu bukan hanya penting bagi kajian akademik, melainkan juga penting sebagai acuan para pihak dalam melihat perdamaian Aceh yang telah berusia hampir dua dasawarsa ini. Hasil evaluasi UUPA memperlihatkan dengan jelas capaian yang telah diperoleh dan apa yang perlu dibenahi untuk memperkuat pondasi pembangunan daerah.
“Ada banyak yang telah kita capai, tapi masih banyak lagi yang mesti kita raih,” ujar Nova.
Aceh Kondusif
Menurut arsitek jebolan ITS Surabaya dan ITB Bandung itu, sejak ditandatangani kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia di Helsinki 15 Agustus 2015, situasi di Aceh sangat kondusif. Kehidupan masyarakat jauh lebih baik dibandingkan masa konflik.
Namun harus disadari, lanjut Nova, perdamaian perlu diikuti dengan komitmen para pihak menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani. Butir-butir kesepakatan itulah yang diharapkan menjadi ‘kapal’ yang siap membawa masyarakat Aceh berlabuh ke pulau kesejahteraan, ujar Nova bertamsil.
Nova melanjutkan, jika kita tinjau kembali butir-butir MoU Helsinki, terlihat jelas sebagian poin penting kesepakatan itu telah berjalan dengan baik. Namun ada juga beberapa poin yang belum tersentuh. Meskipun begitu, lanjutnya, kita tetap berpikir positif bahwa upaya menjalankan komitmen itu tetap akan terus dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Buku biru yang diterbitkan pihaknya merupakan upaya untuk mengingatkan akan pentingnya menjalankan amanat perdamaian itu. Buku biru tersebut, kata Nova, merupakan penuntun dan sekaligus pemantik semangat dan harapan untuk mendorong semua pihak bekerja dengan baik.
Lebih lanjut Nova berharap, seraya proses itu berjalan, upaya membangun Aceh harus terus diperkuat demi terwujudnya visi-misi “Aceh Hebat”. Kita harus optimis Aceh punya potensi besar untuk berkembang.
Kita memiliki SDM handal, kita punya sumber daya alam yang kaya, posisi Aceh di lintasan Selat Malaka juga membuat daerah kita berpotensi sebagai tujuan investasi internasional. Yang dibutuhkan kesadaran dan kerja sama kita untuk mendukung Pemerintah mengoptimalkan potensi-potensi tersebut, ujarnya.
“Mari perkuat kekompakan dan bersama-sama mengarahkan pembangunan Aceh berjalan sesuai harapan kita semua,” tutup Nova Iriansyah. (Rls)