MERDEKABICARA.COM | JAKARTA-Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro mengeritik keras kebijakan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang dianggap mirip lockdown terselubung.
Pasalnya, kebijakan tersebut tidak efektif menekan laju penyebaran Covid-19 sehingga layak dipertimbangan kembali oleh Presiden Joko Widodo.
“Saya menilai, kebijakan yang digagas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan ini perlu dipertimbangkan secara matang. Apakah efektif menekan lonjakan Covid-19 atau justru kontra produktif. Jadi harus dipertimbangkan secara matang mengingat ini menyangkut nasib jutaan rakyat Indonesia,” jelas Sasmito di Jakarta, Jumat (2/7).
Menurutnya, kebijakan PPKM Darurat ini tidak jelas arahnya.
Justru saat ini, rakyat kelas bawah dan menengah terkena dampak dari kebijakan ini.
Bahkan daya tahan masyarakat menurun bahkan stres dengan munculnya kebijakan PPKM Darurat ini.
Saat ini jelasnya masyarakat semakin sulit mencukupi kebutuhan pokok ekonominya.
Sebab kebijakan ini terkesan dipaksakan.
“Pemerintah silahkan melihat pulau Jawa dan Bali sebagai pilot project PPKM dengan lebih cermat. Apakah cukup representative dengan sample kota besar Jakarta, Semarang, dan Bandung untuk barometer kehidupan rakyat di luar DKI Jakarta,” jelasnya.
Semarang-Bandung yang lonjakan Covid-19 paska liburan dianggap layak mewakiki fakta kehidupan ekonomi rakyat yang relative dekat seperti Kota-kota kecil seperti Cipanas, Puncak, Garut, Slawi, Tegal.
Demikian juga di Semarang seperti wilayah Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Wonosobo, Temaanggung dll.
Sama halnya di Jawa Timur seperti Kediri, Kota Batu Malang dll.
Dia menilai, rakyat tidak terlalu merespon kebijakan PPKM Darurat ini.
Sepertinya, rakyat tenang-tenang saja bekerja dengan disiplin menerapkan SOP Protokol Kesehatan (Prokes) guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Memang UMKM sulit bergerak. Demikian juga sopir taxi yang mengeluh kehilangan penghasilan sebelum diterapkannya PSBB. Apalagi dengan PPKM Darurat yang membatasi waktu jam kerjanya lebih pendek membuat mereka sulit mendapatkan penghasilan yang memadai untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari,” tegasnya.
Dia menegaskan, kebijakan PPKM Darurat ini benar-benar memukul daya beli rakyat.
Karena itu, dia meminta pemerintah stop membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
“Kasihan rakyat menengah-bawah yang jelas berbeda dengan para ASN dan apparat negara yang setiap bulan cost of livingnya sudah terjamin dibayar oleh APBN yang sebenarnya itu juga disediakan atau disetor oleh masyarakat pembayar pajak seluruh Indonesia,” jelasnya.
Sasmito menyarankan kalau memang pemerintah konsekwen mencegah lonjakan positif Covid-19 maka ambilah kebijakan dengan tegas.
Misalnya pemerintah mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021 harus tetapkan Lokcdown secara transparan.
“Jangan buat kebijakan abu-abu seperti sekarang ini,” imbuhnya.
Dia berharap pemerintah harus konsekwen juga mencukupi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari selama 17 hari paska impelementasi PPKM Darurat ini.
“Seluruh rakyat Indonesia tinggal di rumah, biar sehat dan selamnat akan disediakan sembako gratis dari negara,” terangnya.
Itu baru tanggungjawab public dijamin negara dengan tegas dan jelas dengan pertanggungjawaban keuangan negara di cover oleh APBN sebagai pos Anggaran Tak Terduga (masukan dalam contingencies factor).
Hal ini wajar-wajar saja sesuai dengan amanah konstitusinya dilaksanakan dengan lebih sempurna.
“Janganlah patut diduga ada upaya kebijakan PPKM Darurat mirip seperti “Lockdowan terselubung,” tuturn ya.
Dia meminta pemerintah jangan menutup mata dengan persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini.
“Jangan sampai ada yang terpaksa nanti ramai-ramai nekad bersama-sama menjarah Alfamart dan Indomart dengan paksa membawa sembako gratis rakyat,” tuturnya.
Saat ini jelasnya, rakyat semakin menderita sebagai dampak covid-19 ini.
Bahkan rakyat tidak punya tabungan untuk sekedar bisa bertahan hidup.
Celakanya lagi, rakyat tidak boleh keluar rumah paska PPKM Darurat ini.
“Bisa-bisa rakyat terancam bahaya kelaparan dan ini mengerikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sasmito juga mengeritik revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak 2014 yang lalu.
Pasalnya, apa yang digaungkan tidak jelas tolok ukur keberhasilannya.
“Yang terjadi saat ini, mental rakyat tidak kuat menanggung beban derita kelaparan, yang miskin tambah miskin. Sementara yang kaya makin kaya,” pungkasnya.