MERDEKABICARA.COM – Telah memasuki tahun ketiga, Balai Besar Taman Nasional (TN) Bukit Barisan Selatan bersama Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dan Kabupaten Tanggamus, serta mitra strategis, melakukan upaya mitigasi untuk mencegah konflik antara manusia dan Gajah Sumatera (kelompok 12) di sekitar kawasan TN Bukit Barisan Selatan dan Kesatuan Pemangkuan Hutan Lindung (KPHL) Kotaagung Utara.
Berbagai upaya mitigasi konflik telah dilakukan, namun satwa gajah tetap mengikuti ruang jelajah nya dan kembali ke hutan lindung. Maka, pada rapat (22/04) lalu disepakati untuk kembali melakukan penggiringan gajah masuk ke dalam TN Bukit Barisan Selatan. Adapun upaya penggiringan selanjutnya akan dilakukan pemasangan GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah setelah penggiringan selesai.
Kesepakatan dihasilkan dari rapat yang dipimpin langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Balai Besar TN Bukit Barisan Selatan, Ismanto, dan dihadiri oleh Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Plt. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Kepala KPHL IX Kotaagung Utara, serta Ketua Forum Mahout Indonesia, Nazaruddin.
Selain itu hadir juga Project Leader WCS-IP, Ketua Satgas Konflik dari Pekon Karang Agung, Pekon Tulung Asahan, Pekon Sidomulyo. Serta Ketua Satgas Konflik dari Hutan Kemasyarakatan (HKm) Lestari Sejahtera, HKm Tulung Agung, HKm Hutan Lestari, HKm Mulya Agung.
Plt. Balai Besar TN Bukit Barisan Selatan, Ismanto dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa perlu adanya kerja sama, dukungan, serta sinergi antar pihak dan pemangku kepentingan agar kegiatan penggiringan gajah sebagai salah satu upaya pelestarian satwa liar di alam bisa berjalan dengan baik.
“Penggiringan kelompok Gajah 12 dimulai dari wilayah Hutan Lindung daerah Blok 8 pada Senin lalu (27/04) dan pemasangan GPS Collar pada salah satu gajah dilaksanakan setelah kawanan gajah masuk dalam Kawasan TN Bukit Barisan Selatan”, terang Ismanto.
Dalam hal ini satu (1) unit GPS Collar disiapkan oleh Direktorat Kinservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sedangkan untuk teknis pemasangan GPS Collar dipimpin oleh Ketua Forum Mahout, Nazarudin dibantu oleh personil yang berasal dari Balai TN Way Kambas, BKSDA Bengkulu dan Balai Besar TN Bukit Barisan Selatan.
Direktur KKH, KLHK, Indra Exploitasia di Jakarta memberikan keterangan bahwa, pihaknya memberikan apresiasi kepada tim penanganan mitigasi konflik, terutama ditengah pandemi COVID-19, bekerja siang malam untuk melakukan penggiringan gajah menuju habitat yang aman.
Indra melanjutkan bahwa mitigasi konflik merupakan program penyelamatan satwa. Pada saat proses penyelamatan satwa, yg pertama menjadi prioritas adalah keselamatan manusia pada saat terjadi interaksi antara satwa dan manusia.
Selanjutnya, menurut Indra adalah upaya atas keselamatan satwa itu sendiri. Interaksi ini tentunya harus dapat dipastikan tidak terulang lagi. “Untuk itu perlu komitmen para pihak dalam berkehidupan secara harmoni dengan alam beserta isinya. Keseimbangan bisa terjadi apabila ruang hidup satwa juga menjadi atensi para pihak”, jelas Indra.
Satwa Gajah (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Permen LHK nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Daftar Tumbuhan dan Satwa Dilindungi dan masuk dalam IUCN Red List kategori Terancam Kritis (Critically Endangered).
Gajah Indonesia tersebar di 23 kantong habitat di delapan provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung. Dari keseluruhan kantong habitat gajah di Indonesia, jumlah gajah diperkirakan berada di antara 928 – 1379 individu. {}