MERDEKABICARA.COM | ACEH TENGAH – Hampir 80 persen produksi kopi arabika dihasilkan oleh para petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah ini, untuk mengisi pangsa pasar kopi di daratan Eropa dan Amerika, komoditi asal Gayo ini kembali diekspor. Sejak pandemi covid-19 melanda dunia, tidak ada lagi ekspor kopi Gayo yang dikenal sebagai kopi termahal itu ke negara luar negeri.
Menyikapi kondisi ini, Kementerian Pertanian melalui Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh mencoba memfasilitasi agar ekspor komoditi kopi arabika Gayo dapat bergerak kembali dan roda perekonomian petani di Gayo kembali berputar.
Seperti diketahui, kopi arabika merupakan komoditi pertanian utama andalan masyarakat di Dataran Tinggi Gayo. Melalui program GRATIEKS (Gerakan Tiga Kali Ekspor), Senin, 13 Juli 2020 yang lalu, Stasiun Karantina Pertanian Banda Aceh memfasilitasi pemberangkatan 57,6 ton green bean kopi arabika Gayo dari Takengon, Aceh Tengah. Kopi milik Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayyan dengan nilai sekitar Rp 4,2 miliar itu akan di ekspor ke Amerika Serikat.
Saat pelepasan ekspor kopi Gayo tersebut, Kepala Stasiun Karantina Pertanian Banda Aceh, drh. Ibrahim mengatakan, bahwa fasilitasi ekspor ini merupakan komitmen Kementerian Pertanian untuk membantu pemasaran produk pertanian unggulan daerah yang selama ini terkendala akibat pandemi covid.
“Kementerian Pertanian melalui program GRATIEKS, berkomitmen untuk membantu daerah-daerah penghasil komoditi ekspor untuk bisa kembali melakukan ekspor komoditi andalan mereka yang selama ini terkendala oleh pandemi covid, kami siap mendukung program akselerasi ekspor dari Aceh, termasuk kopi Gayo, dengan fasilitasi ini, kami harapkan ekspor kopi Gayo akan kembali lancar dan meningkat” ungkap Ibrahim, Senin lalu.
Sementara itu Ketua KBQ Baburrayyan, Rizwan Husin, SE Ak menyambut antusias fasilitasi dari Kementerian Pertanian tersebut. Dia merasa bersyukur, ekspor kopi Gayo kembali menggeliat dan perekonomian masyarakat akan segera pulih.
“Selama ini Amerika Serikat merupakan salah satu pasar potensial ekspor kopi kami, tapi kemudian ekspor kesana dan ke negara-negara lainnya terhambat akibat merebaknya pandemi covid, Alhamdulillah, dengan adanya fasilitasi Kementerian Pertanian ini, kami bisa kembali mengekspor kopi ke Amerika, ini merupakan ekspor perdana kami selama masa covid yang sekarang akan memasuki fase new normal, kami berharap kedepannya kegiatan ekspor kembali lancar seperti sebelumnya, karena ini menjadi harapan kami dan seluruh petani kopi Gayo” kata Rizwan, Jum’at kemarin.
Rizwan Husin juga mengungkapkan bahwa pihaknya dan para eksportir kopi lainnya, selama ini merasa kewalahan menampung hasil kopi dari petani, karena stok yang ada di gudang belum bisa diekspor.
“Kami seperti makan buah simalakama, kopi petani tidak kami tampung, kasihan petani, tapi kalau kami terus beli, daya beli kami makin berkurang karena modal kami terkuras, sementara stok yang ada dengan jumlah yang sangat besar, tidak bisa kami ekspor, makanya kami sangat berterima kasih kepada Kementerian Pertanian yang telah berkenan membantu kami” pungkas Rizwan.
Dataran Tinggi Gayo merupakan penghasil kopi arabika terbesar dengan produksi per tahun tidak kurang dari 68 ribu ton green bean. Dari total produksi tersebut, hampir 80 persennya dipasarkan ke luar negeri melalui ekspor. Belakangan kopi Gayo termasuk dalam jajaran kopi termahal di dunia karena rasa dan aromanya yang spesifik dan budidayanya tetap mepertahankan sistem organik. Namun akibat pandemi covid, ekspor kopi Gayo terhambat bahkan sempat terhenti, sehingga harga kopi di tingkat petani merosot tajam. Saat ini saja, tidak kurang dari 12.000 ton green bean yang masih tertahan di gudang-gudang milik pengusaha maupun koperasi pengekspor kopi di kabupaten Aceh Tengah.
Fasilitasi dari Kementerian Pertanian melalui program GRATIEKS ini tentu menjadi harapan bagi pelaku usaha maupun petani kopi Gayo. Karena dengan lancarnya ekspor kopi ini, harga akan kembali stabil dan masyarakat tani akan kembali menikmati hasil jerih payah mereka dengan wajar. {}