MERDEKABICARA.COM | ACEH TENGAH – Majelis Adat Gayo (MAG) menggelar Musyawarah Daerah (Musda) II di Takengon. Musda Kedua Majlis Adat Gayo ini dibuka oleh Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar, bertempat di Operation Room Setdakab. Aceh Tengah.
Pada Musda tersebut untuk memilih kepengurusan periode 2020-2024 dan pertanggung jawaban pengurus periode 2016-2020 yang akan berakhir bulan Agustus 2020 ini, hari ini, Kamis (9/7/2020).
Dalam kesempatannya, Shabela meminta Majelis Adat Gayo untuk menginventarisir berbagai jenis pelaksanaan adat istiadat dan budaya yang ada di kampung, kemukiman dan kecamatan dalam Kabupaten Aceh Tengah. Menurut Shabela, ini sangat penting untuk menjaga kelestarian adat istiadat dan budaya Gayo yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda di Dataran Tinggi Gayo ini.
“Para leluhur kita sudah mewariskan adat istiadat yang bernilai luhur, namun saat ini upaya kita belum optimal untuk menggali, mengkaji, mengembangkan dan melestarikannya, saya berharap Majelis Adat Gayo dapat menginventarisir semua jenis adat dan budaya Gayo yang biasa dilaksanakan baik di tingkat kampung, kemukiman, kecamatan sampai kabupaten, ini sangat penting supaya kita bisa menjafg kelestarian adat dan budaya leluhur kita” ungkap Shabela.
Shabel juga menyinggung bahwa pada saat ini tidak banyak lagi warga Gayo yang mampu berbicara dengan baik dan benar menggunakan kosa kata dan kususateraan gayo seperti petatah petitih, pantun, tamsil, melengkan, peri mestike, sebuku dan lain-lain.
Ritual adat Gayo yang sekarang ini sudah jarang diselenggarakan adalah berbagai jenis upacara yang pernah dilakukan orang tua kita dahulu, baik sinte murip (upacara pernikahan, khitanan, akiqah anak dan sebagaianya), sinte mate (upacara kematian), tulak bele (tolak bala), nik ni reje (peresmian pengangkatan pemimpin secara adat), munirin reje (memandikan/mensucikan para pemimpin dari kesalahan dan kekhilafan secara adat), petawaren (acara tepung tawar/pesejuk/bunga rampai acara adat), resam berume (adat bersawah), turun ku lut ( acara turun ke laut bagi nelayan) dan acara adat lainnya.
Untuk itu Shabela meminta jajaran Majelis Adat Gayo untuk menyusun kerangka regulasi yang terkait dengan tatanan peri kehidupan adat seperti yang telah diterapkan oleh masyarakat Gayo pada zaman dahulu.
“Pelaksanaan acara adat Gayo semakin lama semakin berkurang frekuensinya, banyak generasi muda kita bahkan yang sudah tua sekalipun yang tidak mengetahui prosesi adat Gayo ini, ini harus menjadi perhatian kita bersama, terutama jajaran Majelis Adat Gayo karena orang Gayo itu muedet (beradat), muatur (hidup dalam tatanan), muinget (mengingat petuah leluhur) urum muresam (memiliki tradisi sendiri)” sambung Shabela.
Bupati Shabela juga meminta kepada Majlis Adat Gayo agar mempelopori dan mefasilitasi kebiasaan berbicara menggunakan bahasa Gayo dan mengenakan pakaian khas kerawang Gayog setiap hari Kamis.
“Dilingkungan pemerintahan dan lembaga lainnya di Aceh Tengah, sudah lama kita terapkan wajib memakai pakaian kerawang Gayo setiap hari Kamis, kita juga sudah mulai membudayakan penggunaan bahasa Gayo dalam komunikasi sehari-hari sekurangnya satu hari dalam seminggu, Saya sangat berharap Majlis Adat Gayo bisa menjadi pelopor dan fasilitator agar pakaian adat dan bahasa Gayo ini ini membudaya kembali ditengah masyarakat” pungkas Shabela.
Usai Musyawarah Daerah II Majlis Adat Gayo juga turut disampaikan pertanggung jawaban pengurus MAG periode 2016-2020 dan proses pemilihan pengurus baru untuk periode 2020-2024. {}