MERDEKABICARA.COM | Nasib pekerja Awak Buah Kapal (ABK) memang hingga kini belum ada perhatian serius dari pemerintah. Profesi pekerjaan yang basah ini masih menjadi perebutan kewenangan antar kementrian dalam hal penempatannya. Sebaliknya, ketika ABK menghadapi masalah, para menteri saling lempar tanggungjawab.
“ABK hingga kini belum ada perlindungan yang maksimal. Nasibnya lebih para daripada pekerja migran rumah tangga,” ujar Ketua Badan Buruh & Pekerja Pemuda Pancasila (BBP3), Jamaluddin dalam kiriman rilis yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Jamal melihat, adanya perhatian dari Menaker Ida terhadap perlindungan ABK ini merupakan secercah harapan bagi mereka. BP3 mengharapkan agar bu Menteri bukan sekedar memberikan perhatian tetapi juga ditingkatkan agar ada kebijakan yang lebih jelas dalam hal pengaturan tata kelola niaga dan perlindungannya.
“Kami harapkan agar Bu Ida take over urus ABK. Kita minta hanya satu instansi yang urus nasib pekerja perikanan ini,” papar Jamal yang mantan Staf Khusus TKI Terancam Hukuman Mati era Presiden SBY ini.
Sebelumnya, seperti diberikan media, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen membenahi persoalan tata kelola penempatan dan pelindungan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia.
“Pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan pelindungan bagi awak kapal perikanan,” kata Menaker Ida saat memberikan sambutan pada Peluncuran Policy Brief tentang Perbaikan Tata Kelola Perlindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing melalui video conference, Kamis, (18/6).
Ida mengungkapkan, persoalan selama ini terjadi dimulai dari proses pemberian izin bagi perusahaan yang akan menempatkan awak kapal, proses rekrutmen dan pendataan, proses pelatihan dan sertifikasi, proses pelatihan calon awak kapal, dan juga proses pengawasannya.
“Tahapan-tahapan tersebut mutlak kita lakukan evaluasi dan langkah-langkah pembenahan agar dampak masalah yang ditimbulkan nantinya pada saat mereka bekerja di atas kapal dapat diminimalisir secaran signifikan,” ungkap Ida.
Menurut Ida, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) secara jelas menyatakan bahwa awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing merupakan bagian dari PMI. Pelindungan PMI mencakup pelindungan sebelum, selama, dan setelah bekerja.
“PMI juga dilindungi dari segi hukum, sosial, dan ekonomi,” ujarnya.
UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru tersebut disebutnya telah merumuskan dan melindungi hak dan kewajiban PMI beserta keluarganya. Namun ia mengakui bahwa dalam kenyataannya, masih terjadi kekerasan dan perbudakan modern di laut serta masih banyak hak-hak PMI berikut keluarganya yang dilanggar.
Ida berpandangan, dalam rangka mewujudkan tata kelola penempatan awak kapal migran yang lebih baik, pendayagunaan potensi laut nasional beserta isi yang terkandung di dalamnya mutlak dilakukan untuk kepentingan bersama, sehingga laut Indonesia dapat dimanfaatkan oleh rakyatnya sendiri.
“Sehingga kedepannya para nelayan atau pun awak kapal perikanan kita tidak lagi hanya bekerja di kapal asing tapi juga kapal Indonesia yang baik,” pungkas Ida. (R)