MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, menyampaikan bahwa Programme for International Student Assessment (PISA) adalah asesmen global yang memetakan sistem-sistem pendidikan di berbagai macam negara yang dites untuk anak di umur 15 tahun.
”Seperti yang kita semua sudah ketahui, ranking kita sekarang masih banyak butuh peningkatan terutama di area literasi itu yang mengalami sedikit penurunan,” ujar Mendikbud saat memberikan keterangan pers melalui konferensi video usai Rapat Terbatas, Jumat (3/4).
Untuk itu, Mendikbud telah menyiapkan strategi yang komprehensif untuk bisa meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga nanti di tahun 2024 atau tahun 2025 saat tes PISA berikutnya bisa terlihat akan ada peningkatan, sebagai berikut:
Pertama, dan yang terpenting adalah untuk mengubah standar penilaiannya itu sendiri. “Makanya yang telah kita lakukan dengan UN itu diubah menjadi assessment kompetensi minimum, assessment kompetensi minimum itu adalah terinspirasi oleh PISA dan memang sangat mirip dengan PISA dan soal-soalnya pun mengikuti dan melekat dengan PISA, tapi dengan assessment,” imbuh Mendikbud.
Karena PISA itu, menurut Mendikbud, hanya untuk 15 Ia akan menurunkan itu, baik yang buat SMA, SMP, dan juga SD. Ia menyebutkan bahwa step pertama adalah mengikuti standar internasional yaitu PISA dalam assessment pemetaan pendidikan kita.
”Karena UN itu standar lokal tapi assessment kompetensi kita yang baru itu adalah standar internasional. Tentunya yang dites bukan hanya kognitif saja tapi juga survei karakter dan lingkungan belajar, dimana kita akan bisa mendapatkan pemetaan hal-hal lain yang berhubungan dengan norma-norma, kesehatan mental, kesehatan moral, dan kesehatan pada anak-anak di masing-masing sekolah,” kata Mendikbud seraya menegaskan langkah pertama yakni mengubah kepada standar penilaian atau assessment global yaitu PISA.
Kedua, adalah untuk transformasi kepemimpinan sekolah, yakni memastikan bahwa guru-guru penggerak terbaik yang sekarang di berbagai macam daerah itu benar-benar yang menjadi pemimpin sekolah, yang menjadi kepala sekolah.
”Dan mereka juga diberikan fleksibilitas dan otonomi dalam penggunaan anggaran dan diberi supply dengan berbagai macam fasilitas teknologi untuk merendahkan atau meminimalisir beban administratif mereka, sehingga mereka bisa fokus pada mentoring guru-guru di dalam sekolah mereka,” tandas Mendikbud.
Ketiga, adalah peningkatan kualitas daripada pendidikan profesi guru atau PPG agar mencetak guru-guru baru dengan kualitas yang baik yang punya misi yang searah, yaitu untuk siswa yang terbaik.
”Dan ini adalah kami akan membuka program pendidikan profesi guru di berbagai macam institusi lokal maupun internasional dan itu akan menciptakan alumni-alumni lulusan yang lebih baik lagi. Karena banyak sekali guru yang pensiun, ada guru-guru PNS yang pensiun setiap tahunnya. Jadinya pabrik guru kita itu harus diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya,” ujarnya.
Kemudian, menurut Mendikbud adalah untuk memastikan juga bahwa pelatihan-pelatihan guru yang ada sekarang itu bukan sifatnya hanya teoritis tapi sifatnya praktik dan benar-benar belajar.
”Ada yang dilakukan pelatihan di dalam sekolah-sekolah lain yang kualitasnya lebih baik. Bukan hanya di dalam suatu seminar atau ditunjukkan PowerPoint tapi proses pelatihan guru itu dilakukan melalui interaksi dengan guru dan di dalam class room, observasi dan feedback,” imbuhnya.
Keempat adalah untuk melakukan transformasi pengajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. ”Sekarang ini banyak sekali pengajaran karena silabus kita dan kebijakan-kebijakan mengajar kita sangat rigid, sangat ketat, sehingga banyak sekali guru-guru dan sekolah yang tidak bisa mengajar kurikulum yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa,” urai Nadiem.
Kadang-kadang, menurut Nadiem, terlalu sulit yang dihadapi siswa jadi kurikulum ini harus disederhanakan, dibuat lebih fleksibel, dan berorientasi kepada kompetensi, dan didukung juga dengan tool kit-tool kit online yang bisa membantu personalisasi atau segmentasi pembelajaran.
”Sehingga tidak semua murid harus mengerjakan suatu hal yang sama, bila satu kelas pun murid-murid dengan tingkat kemampuan yang berbeda bisa mengerjakan misalnya PR yang berbeda atau project yang berbeda,” tandasnya.
Kelima, adalah filsafat bahwa semua perubahan atau transformasi sekolah itu dilakukan hanya di kementerian itu akan berubah, kemitraan dengan daerah dan berbagai macam organisasi penggerak itu akan ditingkatkan.
”Jadi kami percaya di Kemendikbud bahwa partisipasi masyarakat dan berbagai macam organisasi di dunia pendidikan maupun itu nirlaba, perusahaan-perusahaan yang punya passion di pendidikan, Ed-tech, teknologi startup-startup di bidang pendidikan semuanya harus dirangkul untuk bekerja sama untuk menyasar peningkatan pembelajaran hasil belajar siswa,” pungkasnya. {}