MERDEKABICARA.COM – Dalam ekosistem, terjadi hubungan antar-organisme dan juga lingkungannya. Hubungan yang terjadi di antara organisme atau individu tersebut cukup kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Hubungan antara unsur hayati dan juga non-hayati tersebut kemudian bermuara pada suatu sistem ekologis yang kemudian kita sebut eksosistem.
Dengan terhubungnya semua spesies di dunia melalui sistem yang kompleks seperti jaring makanan, kepunahan satwa liar, menurut seorang ahli, akan menyebabkan kehancuran seluruh ekosistem.
“Ketika kita kehilangan satwa liar, kita kehilangan koneksi ini, dan jaringan mulai runtuh. Hilangnya satu spesies menyebabkan hilangnya spesies lain yang bergantung padanya,” kata Jennie Miller, ilmuwan senior di organisasi konservasi Defenders of Wildlife yang berpusat di AS.
Berbicara pada peringatan Hari Margasatwa Dunia yang dirayakan pada 3 Maret dengan tema “Mempertahankan semua kehidupan di Bumi”, yang mencakup semua spesies hewan dan tumbuhan liar sebagai komponen kunci keanekaragaman hayati dunia, Miller mengatakan tidak bisa terbayangkan dunia tanpa lebah, serigala atau karang sekalipun.
“Di banyak tempat, spesies ini sudah hilang, dan kita bisa mengukur kesenjangannya: lebih sedikit penyerbukan, lebih sedikit buah; lebih banyak rusa dan lebih banyak tabrakan kendaraan; terumbu tropis tak bernyawa dengan keruntuhan perikanan,” ujar dia.
Pada 20 Desember 2013, pada sidang ke-68, Majelis Umum PBB menetapkan 3 Maret sebagai Hari Margasatwa Dunia PBB untuk merayakan dan meningkatkan kesadaran akan binatang dan tumbuhan liar di dunia. Hari Margasatwa Dunia telah menjadi acara tahunan global paling penting yang didedikasikan untuk satwa liar.
“Kehilangan habitat, panen berlebihan dan perubahan iklim adalah tiga ancaman teratas yang dihadapi satwa liar saat ini,” kata Miller.
Manusia, yang menurut Miller merupakan ancaman utama bagi satwa liar, telah menyebabkan ketiganya karena perburuan dan penangkapan ikan yang berlebihan, serta memproduksi terlalu banyak emisi rumah kaca.
“Inilah sebabnya dunia berada dalam periode Antroposen seperti yang dikatakan para ilmuwan,” tutur dia, merujuk pada pengaruh terbesar umat manusia pada planet dan lingkungan.
‘Dunia memasuki kepunahan massal keenam’
Miller mempertahankan pernyataan bahwa bumi kini memasuki kepunahan massal keenam dan menekankan bahwa sebanyak satu juta spesies di planet ini berisiko mengalami kepunahan karena tekanan manusia.
“Satwa liar kita menghilang dan iklim planet kita berubah. Kita akan hidup di dunia yang sama sekali berbeda, dengan lebih sedikit satwa liar, yang hidup berbaur dalam berbagai komunitas dan lokasi yang berbeda,” ungkap sang ilmuwan, merujuk pada skenario terburuk jika ancaman terus berlanjut dan melumpuhkan satwa liar.
Dia menambahkan bahwa skenario terburuk akan mempengaruhi manusia dan cara mereka dapat bertahan hidup sangat tidak pasti.
Miller menekankan bahwa bahkan dalam skenario terbaik, di tempat manusia hidup saat ini, ekosistem memiliki risiko besar kepunahan spesies dan orang-orang harus turun tangan untuk menyediakan koneksi yang hilang.
“Tapi ada pesan harapan di sini: Jika kita memilih, kita manusia dapat menggunakan kecerdasan dan teknologi kita untuk memulihkan satwa liar,” ujar dia.
Menyinggung solusi yang mungkin untuk mencegah hilangnya satwa liar dan untuk memulihkan ekosistem, Miller mengatakan ada begitu banyak hal yang dapat dilakukan setiap orang untuk membantu satwa liar seperti menghindari plastik yang mencemari bumi dan membahayakan satwa liar.
“Ubah rumah dan ruang komunitas Anda menjadi area ramah satwa liar. Ganti rumput dengan taman asli, dengan tanaman yang mendukung serangga penyerbuk, burung dan mamalia. Pelajari tentang spesies di halaman belakang rumah Anda dengan mengamati satwa liar, dan jadilah ilmuwan warga dengan mengirimkan data Anda ke eBird dan iNaturalist,” ungkap dia.
eBird, diluncurkan pada 2002, adalah basis data online pengamatan burung yang menyediakan data real-time tentang distribusi burung kepada para ilmuwan, peneliti dan naturalis.
Sementara itu, iNaturalist, yang didirikan pada 2008, adalah proyek sains warga yang dibangun berdasarkan konsep pemetaan dan berbagi pengamatan keanekaragaman hayati di seluruh dunia.
Dia juga menyarankan orang-orang untuk menyampaikan kepada pejabat pemerintah dan pihak berwenang kekhawatiran mereka terhadap satwa liar serta berbagi keprihatinan mereka melalui organisasi.
“Dengan melindungi satwa liar, kita melindungi diri kita sendiri dengan melindungi ekosistem yang menciptakan sumber daya vital yang kita andalkan,” pungkas Miller.
Tempat khusus tumbuhan dan hewan liar dalam berbagai bentuk yang indah dan beragam sebagai komponen keanekaragaman hayati dunia akan dirayakan sebagai bagian dari Hari Margasatwa Dunia tahun ini.
Sumber : aa