MERDEKABICARA.COM | BANDA ACEH – Kerusuhan besar yang terjadi di pinggiran Kota New Delhi, India, berujung aksi pembantaian umat Islam diberbagai kota pinggiran New Delhi. Aksi tersebut menuai aksi protes yang menyebar hingga ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Aceh sebagai daerah yang mayoritas muslim di tanah air, juga turut merespon tragedi kemanusiaan ini.
Anggota DPRA dari Partai SIRA Muslim Syamsuddin ST MAP mengatakan, dirinya mengaku prihatin atas kejadian pembantaian umat Islam di India. Bahkan, gejolak konflik tersebut mirip pembasmian (Genosida) atas komunitas warga muslim. Parahnya, para pelaku keji ini mendapat dukungan pejabat pemerintah setempat, serta polisi dan militer India.
“Kondisi kerusuhan massal di India saat ini, dengan sasaran pembantaian umat muslim secara besar-besaran. Patut mendapat protes dari seluruh masyarakat dunia, termasuk kita di Aceh yang penduduknya mayoritas Islam. Salah satu cara untuk memprotes tindakan bar-bar ini, dengan mempertimbangkan kembali rencana kerjasama investasi Aceh dan India,” tegasnya.
Sebagai sesama muslim yang bersaudara, tentunya derita umat Islam India ini turut dirasakan masyarakat di Aceh, sehingga kita perlu bergerak dan melakukan aksi protes. Meski belum dapat bereaksi secara langsung, tapi ada cara. Salah satunya yakni, dengan mengkaji ulang upaya kerjasama yang telah dibangun Pemerintah Aceh dan India. Termasuk, menunda langkah-langkah rencana investasi untuk sementara waktu, hingga masalah konflik SARA itu dapat terselesaikan, ujar anggota DPRA Muslim Syamsuddin ST MAP.
Muslim yang juga Ketua DPD Partai SIRA Aceh Utara menandaskan, penundaan itu patut dilakukan sebagai bentuk protes keras kepada India, karena memperlakukan umat Islam secara kejam dan tidak manusiawi. Itu merupakan wujud solidaritas, terhadap kaum muslimin yang kini sedang dizalimi.
“Mudah-mudahan dengan adanya protes keras ini, kita sudah bergerak dan membantu saudara seiman yang ditindas di India. Kami rasa, Pemerintah Aceh harus bersikap untuk menyahuti kondisi tersebut, termasuk segera mempertimbangkan kembali penundaan agreement yang telah disepakati,” tukasnya.
Informasi yang dihimpun media ini, Pemerintah Aceh telah melakukan kunjungan kerja ke New Delhi sejak 16 hingga 21 Februari lalu. Sejumlah pejabat turut dalam delegasi itu, diantaranya Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh dan perwakilan Kemenlu RI turut serta dalam rombongan yang dipimpin Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.
Berdasarkan laporan yang diperoleh, agenda kunjungan itu bertujuan untuk menindaklanjuti komitmen Presiden RI dan Perdana Menteri India, guna mengembangkan konektivitas antara Aceh dan Kepulauan Andaman dan Nicobar, yang disepakati dalam Shared Vision on Maritime Cooperation RI – India pada Mei 2018.
Dalam pertemuan itu, terdapat beberapa hasil keputusan yang dihasilkan. Terkait dengan kunjungan Rites Pte Ltd (Badan Usaha Miliki Negara India), mereka menyatakan akan menyerahkan hasil fisibilities study kepada Pemerintah Aceh/BPKS melalui Kemenlu RI, dalam dua bulan kedepan. Rites masih sedang menyelesaikan analisa dari hasil kunjungan dan survey lapangan, saat mengunjungi Sabang pada tanggal 7 – 8 Desember 2019 lalu.
Lalu, Tindak lanjut penyiapan Draft MoU kerja sama Operasional Pelabuhan sister Port antara BPKS dan Port of Chennai, komunikasi lanjutan untuk menyiapkan draft MoU direncakan akan di tanda tangani pada Kunjungan Bapak Presiden Joko Widodo pada Juni 2020 mendatang.
Memperkuat implementasi dan komitmen kedua pemimpin negara yang tertuang dalam Shared Vision on Maritime Cooperation in the Indo-Pacific RI – India, 2018, Kepulauan Andaman dan Nicobar merupakan pasar yang prospektif bagi produk dan jasa serta investasi Aceh.
Seperti penyediaan bahan baku dan bahan pokok keperluan sehari-hari, material pembangunan yang bisa diimport dari mainland Aceh. Kemudian, Pemerintah India telah berkomitmen memfasilitasi, memberikan insentif serta mempermudah pelaksanaan perdagangan dan investasi dengan Indonesia.
Terkait konektivitas Udara dalam pelaksanaan kerjasama perdagangan, investasi dan pariwisata, perlu segera dilakukan pembahasan dan atau revisi ASA untuk membuka rute Port Blair dan Banda Aceh. Tindak lanjut dengan Kementerian Perhubungan untuk dapat menindaklanjuti pembahasan dimaksud dengan Ministry of Civil Aviation India.
Kemudian, Pemerintah India juga menyebutkan bahwa diperlukan Airline Indonesia untuk ikut dalam tender dan insentif finansial yang ditawarkan Pemerintah India untuk melakukan penerbangan ke Port Blair.
Sementara, permintaan impor barang dari Aceh, antara lain bahan konstruksi, produk pertanian (kelapa), kerjasama industri pemrosesan perikanan, mutiara hitam, kiranya dapat dipandang sebagai quick-win dalam merealisasikan perdagangan antara kedua wilayah. Khusus batu pecah dan semen, perlu diselenggarakan pertemuan dengan instansi terkait untuk membahas possibility terutama dari segi regulasi.
Selain itu, pengembangan paket wisata kapal pesiar dan kapal Yacht antara Aceh dan Andaman-Nicobar, perlu ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan business meeting dengan cruise operator, trevel agent juga Joint Promotion melalui famtrip bagi media juga perlu dipertimbangkan secara positif. (red)