MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Muhidin secara resmi membuka kegiatan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Penanganan Perkara Pengujian Undang-Undang Berbasis Elektronik pada 2020 bagi para pegawai MK. Kegiatan yang berlangsung pada Jumat (10/1/2020) di Aula Gedung MK ini diselenggarakan Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi (SDMO) MK bekerja sama dengan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) MK serta Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) MK.
“Kegiatan ini baru tahap permulaan. Langkah kita untuk membangun manajemen perkara berbasis IT benar-benar harus memperhitungkan, menyimak dengan sebaik-baiknya fungsi dari sebuah teknologi di berbagai institusi. Pemanfaatan teknologi di institusi harus memperhatikan karakteristik institusinya,” kata Muhidin dalam acara yang dihadiri para pejabat maupun pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK.
Dikatakan Muhidin, di MK ada dua supporting unit yaitu Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. “Karakteristik Sekretariat Jenderal MK merupakan karakteristik eksekutif pemerintahan. Namun ketika ini masuk ke ranah Hakim MK, ada karakteristik khusus yaitu peradilan. Yang dibangun kita bersama-sama adalah mix antara pemerintahan dan peradilan, meski tidak bisa dicampur-adukkan. Tetapi ketika kita melaksanakan bersama-sama dukungan, maka tidak bisa dipisah-pisahkan. Inilah indahnya kebersamaan yang dibangun di MK,” urai Muhidin.
Muhidin melanjutkan, pada dasarnya sebuah teknologi memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama, untuk menangkap (capture). Di MK misalnya, capture berlangsung ketika perkara dimulai. Pemohon mengajukan permohonan di MK, kemudian diterima oleh bagian administrasi registrasi, proses input pertama kali dilakukan.
“Kemudian fungsi kedua adalah proses mengolah. Bagaimana proses ini berlangsung ketika perkara tersebut sudah diterima menjadi permohonan. Pengadministrasi registrasi memproses perkara berdasarkan ketentuan peraturan mulai UU MK, Peraturan MK, Peraturan Ketua MK, bahkan sampai SOP-nya. Semua terlibat. Termasuk bagian humas, IT dan lainnya,” papar Muhidin.
Selanjutnya, kata Muhidin, teknologi memiliki fungsi menghasilkan dalam arti mengorganisasikan sebuah informasi perkara sehingga bisa disampaikan kepada para Hakim Konstitusi untuk siap diperiksa. Berikutnya, teknologi berfungsi sebagai penyimpanan (storage), bagaimana cara menyimpan yang baik sehingga menjadi data base yang benar-benar bermanfaat. Selain itu, teknologi berfungsi untuk menemukan kembali informasi dan sebagai transmisi.
Sementara itu Kepala Biro SDMO MK, Teguh Wahyudi menyampaikan bahwa dengan semakin berkembangnya manfaat teknologi informasi saat ini, sudah menjadi keniscayaan MK harus bersiap diri dan terus mengembangkan kapasitas organisasi menghadapi perubahan tersebut.
“Salah satu upaya Mahkamah Konstitusi memasuki era digital 4.0 adalah dengan menciptakan sistem peradilan yang berbasis teknologi yang mampu memberikan pelayanan cepat, murah, terjangkau, efektif dan efisien. Salah satunya adalah penanganan perkara pengujian undang-undang berbasis elektronik,” ucap Teguh.
Selain menciptakan sistem pelayanan berbasis elektronik, ungkap Teguh, hal yang penting dilakukan adalah meningkatkan pemahaman para pegawai MK mengenai peradilan berbasis elektronik, serta sebagai lokomotif utama supporting sytem bagi para hakim konstitusi.
Dalam kegiatan ini Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi MK, Budi Achmad Djohari menyampaikan materi penanganan perkara pengujian undang-undang berbasis elektronik di Mahkamah Konstitusi.
“Materi yang kami sampaikan sebagai pemanfaatan teknologi informasi untuk mempermudah pelayanan publik. Kuncinya, bagaimana MK bisa memberikan pelayanan publik yang lebih optimal kepada masyarakat pencari keadilan. Konsep access to court and justice itu diterapkan MK dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi,” jelas Budi.
Budi merasa optimis bahwa akses pada pengadilan dan keadilan melalui teknologi informasi, khususnya berbasis elektronik dapat berjalan dengan baik di MK ke depan.
“Saya kira, tidak bisa tidak, teknologi informasi dalam penanganan perkara harus diterapkan di MK. Karena tuntutan makin berkembang, teknologi juga makin berkembang. Pemanfaatan teknologi justru untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Kalau kita tidak menggunakan teknologi, maka pelayanan kita tidak akan optimal,” ucap Budi.
Dikatakan Budi, penerapan teknologi informasi dalam penanganan perkara, sudah banyak dilakukan oleh MK di negara-negara lain. Seperti misalnya MK Korea Selatan sudah memanfaatkan teknologi informasi dalam penanganan perkara sekitar lima tahun lalu.
“Oleh karena itu, kegiatan diklat ini merupakan ikhtiar kami dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Masyarakat pencari keadilan yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan bisa menghubungi MK dengan mudah, murah, cepat dengan kualitas informasi yang valid,” kata Budi.
Usai penyampaian materi oleh Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi MK, pranata komputer MK Tarnoto mengajak para peserta diklat untuk melakukan simulasi dan penerapan aplikasi Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik (SIMPEL) dan Sistem Informasi Manajemen Perkembangan Penanganan Perkara (SIMPP). “Simpel adalah aplikasi untuk permohonan online sebagai informasi yang digunakan pihak luar ketika akan mengakses dan berhubungan dengan Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini, pemohon atau kuasa hukum,” ucap Tarnoto yang menjelaskan bahwa aplikas SIMPEL sudah running di laman MKRI melalui alamat simpel.mkri.id.
Selain itu, kata Tarnoto, ada aplikasi SIMPP di laman MKRI yang digunakan oleh internal MK ketika memproses permohonan dan perkara. {}