MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah memetakan strategi dan langkah prioritas yang akan diambil guna menghadapi tantangan defisit neraca dagang migas di tahun depan. Upaya ini akan dijadikan bagian upaya mempekuat kebijakan hilir migas agar semakin tepat sasaran.
Pertama, BPG Migas akan meningkatkan pembangunan jaringan gas (jargas) yang akan mendorong pemanfaatan gas domestik sekaligus memangkas impor gas Liquified Petroleum Gas (LPG). Apalagi pembangunan jargas dinilai lebih murah.
“BPH Migas siap mengawal (pembangunan) jargas untuk membantu supaya (pemanfaatan) gas lebih mandiri. Ya mungkin sampai 10 juta jargas dan membantu mengurangi impor serta BPH Migas siap selalu memberikan harga yang kompetitif,” kata Kepala BPH Migas Fansurullah Asa di Jakarta, melalui siaran persnya beberapa hari lalu.
Besarnya impor gas LPG selama ini, catatan BPH, mencapai Rp85 triliun dalam setahun dengan rincian Rp35 triliun dari Pertamina dan Rp50 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Total dalam lima tahun saja sudah ada Rp426 triliun hanya untuk impor LPG. Wajar saja, lanjut Fanshurullah, bahwa pemerintah perlu menyusun strategi untuk memanfaatkan gas untuk keperluan domestik. “Kalau ini bisa kita hemat, nggak perlu impor LPG, kita pake jargas (karna) gasnya memang banyak, defisit neraca migas akan mengecil,” tegas Fansurullah.
Hingga akhir tahun 2019, diharapkan dapat terbangun jargas 404.139 sambungan rumah (SR). Melalui pembiayaan APBN, jargas dibangun di 18 lokasi yaitu Kabupaten Aceh Utara, Kota Dumai, Kota Jambi, Kota Palembang, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Banggai.
Perencanaan pembangunan program serupa juga dicanangkan oleh Pemerintah pada tahun 2020 nanti sebanyak 293.533 SR di 16 provinsi, antara lain Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah serta Sulawesi Selatan.
Kedua, BPH Migas segera menyelesaikan lelang 294 Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) gas yang merupakan amanat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Saat ini, terdapat 294 WJD dari 21 badan usaha yang akan dilelang setelah revisi Rencana Induk Jaringan Gas Bumi Nasional (RIJGBN) diselesaikan.
Kehadiran program WJD akan memotong biaya investasi infrastruktur dari anggaran negara karena sepenuhnya akan ditanggung oleh perusahaan yang mengajukan usulan WJD. “kita segera menyelesain lelang WJD ini,” ungkap Fansurullah.
Nantinya, setelah badan usaha memiliki hak khusus WJD akan diberikan hak Wilayah Niaga Tertentu (WNT) selama 30 tahun yang wilayahnya sama dengan wilayah distribusinya, serta alokasi gas sesuai perencanaan yang diusulkan dalam dokumen lelang dan ketersediaan pasokan gas bumi. “Kita minta nantinya pemegang WJD tidak memakai solar lagi tapi gas bumi,” tegas Fansurullah.
Ketiga, mengoptimalkan penggunaan transportasi berbahan bakar gas bumi di Indonesia. Sesuai perhitungan BPH Migas, sambung Fansurullah, harga Liquefied Natural Gas (LNG) untuk kendaraan bermotor berada di kisaran Rp6.000. “Kalau ini menjadi kebijakan nasional akan luar biasa,” jelasnya.
Fansurullah pun tidak khawatir mengenai kesiapan teknologi tranportasi berbahan bakar LNG karena sebagian negara juga sudah menerapkan hal tersebut, seperti India dan China yang sudah memiliki truk LNG. “Gak perlu diregisifikasi lagi,” kata Fansurullah.
Jika semua langkah ini berjalan dengan baik, tutup Fansurullah, secara perlahan membantu mengatasi defisit neraca dagang gas. “Ini akan memiliki nilai tambah dalam mengatasi neraca dagang gas,” Fansurullah meyakini. (MB)