MERDEKABICARA.COM | ACEH UTARA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Muslim Syamsuddin, ST MAP menghadiri pengiriman atau ekspor perdana crude palm oil ke negara India. Muslim menyebut investasi sebagai solusi bagi Aceh untuk bangkit dan keluar dari daftar daerah termiskin di Sumatera.
“Saya mewakili DPRA mengapresiasi sikap pemerintah Aceh dan pemerintah Aceh Utara juga PT Aceh Makmur Bersama (AMB) yang telah menjalin kerjasama dengan pihak pengusaha asing dalam hal ekspor crude palm oil (CPO) Aceh ke Negara India” kata Muslim disela peresmian Bulking Terminal Facility Pusat Logistik Berikat (PLB) di Kompleks Pelabuhan Umum Krueng Geukueh, Aceh Utara, Senin (11/11/2019).
Dengan diresmikannya Bulking Terminal Facility Pusat Logistik Berikat, diharapkan dapat menjadi momen bagi pemerintah agar dapat menarik perhatian pengusaha supaya menjadikan Aceh sebagai kawasan investasi mereka.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh PT Aceh Makmur Bersama, pada hari ini yang melakukan ekspor perdana Minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebanyak 6.000 metrik ton, melalui Pelabuhan Krueng Geukueh, Kabupaten Aceh Utara, menuju ke pelabuhan KandlPa, India.
Dari itu, kata Muslim, selaku penyambung lidah masyarakat, mendesak pemerintah agar terus berupaya mempromosikan kekayaan sumber daya alam Aceh pada even-even investasi Internasional.
“Karena Aceh salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan akan sumber Daya Alam dan sangat statregis untuk dijadikan pusat Investasi dunia” imbuhnya Selain promosi pada event internasional, lanjut Muslim, pemerintah dituntut agar dapat membangun jaringan investasi ke manca negara dan mampu menarik perhatian para investor agar bersedia berinvestasi di Aceh.
“Karena investasi merupakan solusi bagi Aceh untuk bangkit dan keluar dari daftar keterpurukan. Sesuai dengan data di kantor Badan Pusat Statistik Nasional, propinsi Aceh merupakan daerah termiskin di pulau Sumatera, dan nomor lima termiskin di Indonesia” kata anggota DPRA dapil 5 ini.
Lebih rinci Muslim menjelaskan, ada dua hal yang harus diperhatikan untuk memberikan kenyaman bagi investor didalam berinvestasi. Pertama, pemerintah harus menjamin kemudahan dalam pengurusan Administrasi serta perizin. Kedua, pemerintah harus mampu menjamin keamanan bagi mereka yang ingin menanamkan modal di Aceh.
“Dua hal tersebut harus benar-benar dapat diimplementasikan oleh pemerintah” ujar Muslim. Dengan berkembangnya minat investor untuk berinvestasi di Aceh, lanjutnya, tentu banyak sekali dampak positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya dapat membuka peluang kerja, dan dapat mengurangi angka pengangguran di Aceh.
“Saya yakin, Aceh jauh lebih maju dan berkembang apabila para pengusaha mau menanamkan modalnya dan berinvestasi di Aceh” jelas Muslim.
Pihaknya sebagai legislatif Aceh akan selalu mendukung langkah-langkah positif pemerintah, dalam kebijakan-kebijakan bernilai yang tujuannya untuk kemajuan Aceh, salah satunya dalam hal kerja sama bidang Investasi di berbagai sektor dalam wilayah pemerintahan Aceh. Akan tetapi gaung investasi yang di suarakan oleh pemerintah Aceh sebelumnya, belum ada hasil apa-apa dan terkesan masih berjalan di tempat. Investasi kenyataannya juga masih banyak menuai kendala-kedala dilapangan sehingga mengakibatkan investor yang di undang dan datang ke Aceh belum mau menanam modalnya atau berinvestasi di Aceh.
“Ketika Investor di undang untuk datang ke Aceh, kehadiran mereka tidak lebih hanya seorang turis atau pelancong. Kenapa saya bilang begitu? Karena setelah kembali mereka ke negara asal, komunikasi terputus, itu semua karena faktor sulitnya mendapatkan izin dan faktor keamanan ” terang Muslim.
Wacana Ambil Alih Blok B, DPRA Beri Lampu Hijau
Terkait wacana Plt Gubenur Aceh, Nova Iriansyah, yang ingin mengambil alih pengelolaan blok B di Aceh Utara, yang sebelumnya di kengelolaan Pertamina, Muslim mnegataan, DPRA memberikan lampu hijau kepada Pemerintah. Namun Legislatif mempertanyakan, apakah Exsekutif Aceh sudah mempersiapkan segalanya untuk hal pengelolaan blok B Migas, mempersiapkan segala sesuatu segagai syarat dan ketentuan yang ditetap oleh pemerintah pusat untuk pengelolaan blok migas?, Baik itu terkait tenaga skill dan tenaga ahli, dan sebagainya” tanya Muslim.
Pada dasarnya DPR Aceh tidak menaruh keberatan terhadap wacana tersebut, tetapi tanpa kesiapan dan kemandirian pemerintah, kita khawatir akan menimbulkan dampak negatif untuk Aceh, salah satunya keterbatasan skill, sehingga tidak dapat memproduksi gas secara maksimal, dan akhirnya pemerintah dituntut untuk memberikan subsidi sementara demi kelancaran pengelolaan.
“Oleh sebab itu pemerintah diharap untuk mengkaji kembali terkait wacana tersebut. Kalau memang belum mampu dan siap jangan terlalu di paksakan, biarlah Blok B itu, dikelola kembali Pertamina untuk sementara waktu, dengan syarat pihak Pertamina harus mengembangkan kemampuan tenaga lokal, agar menjadi tenaga skil dan ahli didalam pengelolaan migas, dalam jangka waktu sebagai disepakati bersama” demikian angota DPR Aceh Muslim Syamsuddin.
Peresmian Bulking Terminal Facility Pusat Logistik Berikat sekaligus pemotongan pita dikakukan Pemerintah Aceh yang diwakili oleh Mahyuzar Staf ahli Pemerintah bidang Ekonomian dan suberdaya Manusia juga turut di dampingi Bupati Aceh Utara, H. Muhammad Thaib, Ketua Komite Peralihan Aceh, Muzakir Manaf, unsur Forkopimda, dan juga Ketua serta Anggota DPRK setempat. (HS).