MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi berjanji akan memberikan kemudahan impor barang yang dibeli melalui e-commerce. Tapi, pelaku e-commerce harus bersedia membagiakan data transaksi mereka kepada pemerintah, khususnya data mengenai pembelian barang dari luar negeri.
Heru menuturkan, kerja sama ini sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 210 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Pemerintah akan menjalin komunikasi kembali dengan e-commerce untuk mengimplementasikan regulasi.
“(Dalam regulasi) itu, kita akan kerja sama dengan platform dalam bentuk sharing data,” ucapnya ketika ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (19/2).
Dalam peraturan yang diteken akhir tahun lalu ini, Heru menambahkan, pemerintah akan meminta pelaku e-commerce untuk menghitung dan mengumpulkan bea masuk maupun pajak impor. Data berupa jenis produk impor dan kuantitasnya juga harus disampaikan.
Upaya ini dapat dilakukan oleh pihak yang sudah ditunjuk para pelaku e-commerce sebagai perwakilan bea cukai.
Heru optimistis, regulasi PMK 210 Tahun 2018 ini dapat mendorong perusahaan e-commerce untuk membagikan data transaksi. Upaya ini tidak hanya menguntungkan pemerintah dalam mengumpulkan data, bea masuk dan pajak impor, juga pelaku usaha. Sebab, mereka akan mendapatkan kemudahan dalam memasukkan barang impor tanpa perlu dicek kembali dokumennya saat barang itu melewati bandara.
Selama ini, Heru menggambarkan, pemerintah melalui Ditjen Bea Cukai harus memperlakukan barang impor itu sebagai barang umum lainnya, sehingga harus dicek dokumen, harga dan kualitasnya. “Padahal, sebenarnya, kita dengan mudah mengetahi informasi dari platform (e-commerce). Inilah (data) yang kemudian kami tarik,” katanya.
Saat ini, pemerintah bersama Badan Pusat Statistik (BPS) sedang berupaya mendorong agar perusahaan e-commerce memberikan datanya. Di antaranya terkait omzet, investasi asing maupun lokal, jumlah transaksi, metode pembayaran, tenaga kerja hingga penggunaan teknologi.
Upaya ini dilakukan guna memahami pengaruh bisnis online ini terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, untuk mendukung perkembangan perusahaan rintisan atau start up, Kemenkeu berkomitmen memberikan insentif perpajakan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pihaknya kini tengah mengkaji skema insentif seperti apa yang dapat diberikan. Perbincangan ini juga melibatkan para pelaku ekonomi digital.
Sri menjelaskan, pemerintah tengah menunggu hasil survei yang sedang dilakukan oleh pelaku ekonomi digital. Berdasarkan pemaparan dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), hasil survei baru dapat dirilis pada akhir tahun. “Dari situ, akan terlihat treatment apa yang akan diberikan, termasuk insentif,” ucapnya.
Ekonomi digital merupakan salah satu sektor yang mendapatkan dukungan dari pemerintah. Namun, Sri mengakui, pemberian insentif di sektor ini masih membutuhkan kajian mendalam.
Oleh karena itu, komunikasi dan pendekatan dengan pelaku ekonomi digital terus dilakukan untuk memahami kebutuhan mereka.
Sri menambahkan, dukungan pemerintah dapat dirancang dalam berbagai bentuk seperti insentif untuk penelitian dan pengembangan atau mekanisme lain. Untuk start up baru yang terkadang menghadapi pemodalan dan menghadapi risiko kegagalan awal juga akan mendapat perhatian.
“Itu sedang terus digodok untuk terus bisa mendapatkan treatment dan support yang memang sesuai dengan mereka,” tuturnya.
Upaya ini juga dilakukan pemerintah guna menciptakan unicorn baru di Indonesia. Unicorn sendiri adalah perusahaan rintisan yang mempunyai nilai valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS. Indonesia sudah memiliki sejumlah unicorn, di antaranya Gojek dan Tokopedia.
Sumber : Republika.co.id