MERDEKABICARA.COM | LHOKSEUMAWE – Kader Partai Bulan Bintang (PBB) mempertanyakan hasil survey Kementerian Agama RI yang menempatkan Propinsi Aceh sebagai daerah intoleran di Indonesia. Kader partai berazaskan Islam tersebut meradang, hasil survey Kerukunan Umat Beragama oleh Kemenag, disebut tendensius dan tidak jelas kebenaran korespondensinya.
“Saya mempertanyakan hasil survey yang dikeluarkan Kementerian Agama RI yang menyebut Aceh sebagai daerah tidak toleran. Hasil survey ini menyesatkan,” kata kader PBB Kabupaten Aceh Utara Tgk Abdul Manan HS di Lhokseumawe, melalui pers rilisnya yang di terima Media ini, Jumat sore (13/12).
Sebelumnya, Kementerian Agama merilis hasil survey Kerukunan Umat Beragama (KUB) di seluruh propinsi di Indonesia. Hasil dari survey menyebut Propinsi Aceh sebagai daerah tidak toleran karena hanya meraup 60,2 poin dari interval poin 1-100 atau terendah se Indonesia.
Menanggapi hasil survey ini, dirinya beserta seluruh rakyat Aceh, kata Tgk Abdul Manan, tentu saja merasa terpojok. Ia menduga kementerian agama tidak memilih responden yang kredibel untuk diwawancarai. Sehingga hasil survey, tidak sesuai realita di lapangan.
Tgk Manan mengatakan, sepanjang tahun 2019 tidak ada insiden persekusi terhadap pemeluk agama apapun di Aceh. Tidak ada pula kelompok minoritas di Aceh yang di intimidasi dalam melaksanakan ibadah. Pun, jauh sebelum negara Indonesia terbentuk, lanjutnya, Kerajaan Aceh Darussalam telah pula mempraktekan toleransi antar umat beragama.
Dirinya juga memaparkan, Ini dibuktikan dengan difasilitasinya tanah pemukiman kepada bangsa etnis Tionghoa di Peunayong, Banda Aceh. Sehingga, kata dia, karakter toleransi sesama manusia sudah membumi di Propinsi Aceh sejak jaman kerajaan Aceh ratusan tahun silam lalu.
Belum lagi setiap perayaan hari besar agama manapun di Banda Aceh misalnya, selalu diikuti dengan antusias oleh warga yang nontabennya berasal dari berbagai macam agama.
“Tidak ada ceritanya etnis Tionghoa dipersikusi, bahkan di Banda Aceh itu, Mesjid Raya Baiturrahman dan gereja hingga vihara jaraknya berdekatan. Tidak ada masyarakat Aceh yang melarang mereka beribadah. Begitu juga di wilayah lain di Aceh,” kata Tgk Manan.
Ia mensinyalir hasil survey tersebut penuh kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak ingin Propinsi Aceh dapat menjalankan penerapan Syariat Islam.
“Kemarin itu diisukan oleh pihak luar negeri hukum cambuk dianggap melanggar HAM. Lalu hari ini Aceh disebut intoleran oleh pemerintah sendiri. Saya rasa rakyat Aceh perlu menanggapi hal ini secara serius agar tidak melulu menjadi stigma, Aceh itu menyeramkan” sebut Tgk Manan.
“Jangan sampai, dengan label intoleran, Aceh semakin dijauhi. Dengan stigma tidak toleran, wisatawan hingga investor menjadi enggan untuk berkunjung dan menanamkan sahamnya di Aceh” tandasnya. (Ril)