LHOKSEUMAWE | MERDEKABICARA.COM – Anggota DPD RI dari wilayah pemilihan Aceh Fachrul Razi, MSP kepada Media mengatakan, baik secara budaya, implementasi dilapangan dan secara aturan hukum bahwa yang terjadi dia Aceh adalah Aceh memiliki dua UU yang kuat yang mengatur keistimewaan dan kekhususan Aceh dalam hal pelaksanaan Syariat Islam. Pelaksanaan hukuman ini hanya tinggal arahan dari para Ulama Aceh dan pengesahan dari DPR Aceh.
Facrul mengatakan, yang pertama adalah UU Pemerintahan Aceh No. 11 Tahun 2006 dimana Aceh boleh melaksanakan Syariat Islam dan yang kedua adalah UU No. 44 tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh yang mengatur tentang pelaksanaan agama di Aceh, apabila dilaksanakan hukum syariat islam secara kaffah di Aceh, itu merupakan suatu keistimewaan dan kekhususan yang dilindungi oleh UU khususnya UU 1945 pada pasal 18b, jelasnya.
Lebih lanjut Fachrul menjelaskan, ini merupakan satu khazanah dan keistimewaan yang dimiliki oleh Aceh dan biarkan Aceh menerapkannya itu walaupun di provinsi lain tidak menerapkannya, dan yang perlu saya tekankan disini adalah kalau bisa koruptor itu mendapat hukuman potong tangan dan pancung dikarenakan ini merupakan suatu aturan yang memang diperbolehkan untuk Aceh menerapkannya.
Facrul menambahkan, saya pribadi sangat setuju karena sudah diperintahkan oleh UUD 1945 dan kalau ada yang tidak setuju penerapan hukuman Syariat Islam di Aceh maka orang tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, dan biarkan secara demokrasi dan dinamis peraturan tersebut berjalan, karena dulu penerapan Syariat Islam dia Aceh ditolak, Lembaga Wali Nanggroe juga ditolak tapi akhirnya terlaksana. Jadi kalau ada keinginan dari Pemerintah Aceh atau Rakyat Aceh mengiginkan penerapan hukuman Syariat Islam secara kaffah dan pada waktu yang sama ditolak oleh Pemerintah Pusat, saya pikir ini adalah sebuah dinamika yang biasa dan kita akan desak terus sampai Pemerintah memahami situasi objektif yang ada dilapangan secara Psikologis, ungkapnya.
Penulis : Arief Z
Editor : Arzak