MERDEKABICARA.COM |JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis bebas Bos PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BLEM), Samin Tan.
“Samin Tan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, dalam perkara dugaan suap kepada mantan Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Eni Maulana Saragih terkait izin proyek batubara di Kementerian ESDM tahun 2018 silam,”ujar Panji Surono, Ketua Majelis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/8/2021).
Atas putusan ini, JPU KPK langsung menyatakan kasasi. “Kami tim penuntut umum menyatakan sikap kasasi Yang Mulia,” kata jaksa KPK Ronal Worotikan.
Ronald mengatakan, pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim yang telah membebaskan Samin Tan. Meski demikian, pihaknya tidak sependapat atas pertimbangan putusan hakim tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Samin Tan selama tiga tahun kurungan penjara denda Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan.
Menurut Majelis Hakim terdakwa Samin Tan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang diterapkan baik dalam dakwaan alternatif pertama maupun dalam alternatif kedua. Oleh karena itu dibebaskan dari tahanan dan memulihkan hak-hak terdakwa Samin Tan dinilai tidak terbukti menyuap Eni Maulana Saragih senilai Rp5 miliar pada tahun 2018 lalu.
Suap itu terkait persoalan Samin Tan dengan Kementerian ESDM yang melakukan terminasi atas PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) yang diakusisi oleh Samin Tan beberapa waktu lalu
Hakim menyatakan bahwa Samin Tan justru sebagai orang yang menjadi korban pemerasan oleh mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih.
Eni sendiri tidak memiliki kewenangan untuk mengurus PKP2B Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian ESDM. Yang memiliki kewenangan adalah Kementerian ESDM.
“Samin Tan merupakan korban dari Eni Maulani Saragih selaku pemerasan,” tutur hakim anggota Teguh Santosa.
Selain itu, kata Teguh, Samin Tan selaku pemberi gratifikasi belum diatur dalam UU Tipikor, yang diatur adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak jujur karena telah menerima sesuatu dalam batas waktu 30 hari tidak melaporkan kepada KPK sesuai Pasal 12 B. Sehingga, karena Eni tidak melaporkan maka diancam dalam Pasal 12 B.
“Pasal 12 B bukan delik suap melainkan gratifikasi, maka sangat tidak mungkin sekali dalam hal gratifikasi itu diadakan pidana bagi yang memberikan. Tindakan pemberi gratifikasi belum diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang UU Tipikor,” katanya.