MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Pada awal maret 2020 terjadi konflik minyak antara negara OPEC dan non OPEC sehingga menyebabkan indikasi oversupply yang kemudian memicu turunnya harga minyak dunia yang tajam di awal bulan maret 2020. Kejadian ini bersamaan dengan adanya pandemic covid 19 yang mulai merebak sejak awal tahun 2020.
Awal bulan April telah terjadi perundingan OPEC terkait produksi minyak dunia kaitannya dengan pandemi covid 19 yang telah bersepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada bulan Mei dan Juni 2020 dan tidak menutup kemungkinan bisa diperpanjang. Namun hasil perundingan tersebut masih belum memberi efek perubahan harga minyak karena demand yang menurun akibat pandemi covid 19 yang menyebabkan banyak negara menerapkan kebijakan lockdown serta adanya dampak dari melemahnya perekonomian global.
Pemerintah terus mencermati perkembangan global tersebut sekaligus mempertimbangkan kondisi energi di dalam negeri.
“Terkait harga BBM, saat ini Pemerintah masih mencermati dan mengevaluasi terkait perkembangan harga minyak, termasuk rencana pemotongan produksi minyak OPEC mulai bulan depan,” ungkap Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin kemarin.
“Pertimbangan lain yang dicermati bahwa kurs rupiah juga melemah dan konsumsi BBM jauh menurun, bahkan di beberapa kota seperti jakarta penurunan hingga 50 persen. Pemerintah memonitor perkembangan ini yang mana sebelumnya telah 2 kali dilakukan penurunan harga BBM JBU (pertamax cs) pada awal tahun 2020. Saat ini harga BBM Indonesia masih merupakan salah satu yang termurah di Asia Tenggara dan beberapa negara di dunia lainnya,” tambahnya.
Selama ini Pemerintah mendukung penyediaan subsidi dan juga kompensasi harga BBM dengan jumlah yang kian meningkat yang disebabkan harga minyak yang tinggi dibandingkan harga jual BBM dalam negeri. {}