MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Provinsi Aceh, yang merupakan salah satu organisasi relawan pendukung Presiden Joko Widodo menyurati Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus untuk mencabut status KEK Arun Lhokseumawe.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe, pasal 6 ayat (3) berdasarkan evaluasi pada tahun ketiga pelaksanaan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe belum siap beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus: melakukan perubahan luas wilayah atau zona; memberikan perpanjangan waktu paling lama 2 (dua) tahun; melakukan penggantian badan usaha; dan/atau pengusulan pembatalan dan pencabutan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe.
“Kami minta agar Dewan Nasional Kawasan KEK untuk mengusulkan pembatalan status KEK Arun Lhokseumawe sesuai dengan kewenangannya dalam PP No 5 tahun 2017. Jakarta, Kamis, (21/11/2019).
Menurut JAMAN Aceh, jika mengacu pada PP Nomor 5 tahun 2017 yang di undangkan pada 17 Februari 2017, maka saat ini KEK Arun Lhokseumawe telah memasuki tahun ketiga, bulan ke sembilan dan dari beberapa Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas: a. Zona Pengolahan Ekspor; b. Zona Logistik; c. Zona Industri; d. Zona Energi; dan e. Zona Pariwisata, sampai saat ini belum siap beroperasi sebagaimana di maksud dalam PP Nomor 5 tahun 2017.
” KEK Arun Lhokseumawe jika mengacu pada PPnya sudah berjalan dua tahun lebih, dan di tahun ketiga belum juga ada tanda akan beroperasi dari beberapa zona yang di berikan oleh PP No 5 tahun 2017″, kata Safar.
Adapun alasan JAMAN Aceh meminta di cabutnya status KEK Arun Lhokseumawe kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus di karenakan beratnya beban pemerintah Aceh dalam melaksanakan tugas pelayanan publik dan pembangunan di Aceh, dimana dalam dua tahun ini serapan APBA sangat tidak memuaskan, bahkan untuk tahun 2019 ini, sesuai dengan informasi dari website milik pemerintah Aceh yang di akses hari ini (21/11/2019), terlihat realisasi keuangan masih sebesar 59,6% dan realisasi fisik sebesar 67,0% dari jumlah APBA Rp 17, 327 Triliun.
” Rendahnya serapan APBA ini tentu menunjukkan kemampuan dan beratnya beban kerja Pemerintah Aceh, belum lagi pemenuhan hak dasar masyarakat Aceh seperti pembangunan rumah layak huni bagi ribuan masyarakat Aceh berpenghasilan rendah yang telah di usulkan oleh Baitul Mal Aceh tahun 2019 di tunda pembangunannya oleh Pemerintah Aceh tanda alasan yang jelas, padahal dana pembangunan rumah tersebut bersumber dari dana non APBA tapi infak dari masyarakat Aceh.
“Alasan kami meminta agar di cabutnya status KEK Arun Lhokseumawe untuk meringankan bebas kerja Pemerintah Aceh, jangan sampai tugas utamanya Pemerintah Aceh sebagai pelayan masyarakat terganggu dalam merealisasikan program dan kegiatan yang telah di anggarkan dalam APBA”, jelas Safar.
Mengacu pada realisai APBA yang rendah tahun 2019 ini menjadi tolak ukur bagi kinerja Pemerintah Aceh semakin berat, jika kemudian di bebani dengan tanggung jawab untuk membangun KEK Arun Lhokseumawe tentu ini akan semakin memberatkan tugas Pemerintah Aceh ke depan dalam penyerapan APBA, dan jika serapannya rendah maka kegiatan dan pembangunan yang telah di Anggarkan dalam APBA tentu akan terbengkalai dan akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat Aceh, oleh karena itu, JAMAN Aceh meminta kepada Dewan Nasional Kawasan sesuai dengan kewenangannnya untuk mencabut status KEK Arun Lhokseumawe dari Pengelolaan Pemerintah Provinsi Aceh dan menyerahkan kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Konsorsium BUMN di Kawasan tersebut untuk pembangunannya.
“Jika mengacu pada angka realisasi APBA tahun 2019 ini maka dapat di pastikan bahwa beban kerja pemerintah Aceh sangat berat sehingga perlu di lakukan pengurangan beban yang salah satunya tanggung jawab dalam mengelola pembangunan KEK Arun Lhokseumawe dari Pemerintah Aceh kepada Walikota, Bupati dan konsorsium BUMN di kawasan tersebut, menurut kami itu lebih efektif sehingga tidak menganggu kinerja Pemerintah Aceh dalam melaksanakan tugas pelayanan publik yang di biayai dari APBA, karena jika serapan APBA rendah maka seluruh masyarakat Aceh akan dirugikan”, tutup Safar saat mengantarkan langsung surat nya ke Kantor Dewan Nasional Kawasan Khusus di Jakarta bersama Muhammad Dahlan selaku Bidang Komunikasi Publik dan Jaringan.
Surat tersebut juga di tembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua Forum Bersama DPR/DPD RI Provinsi Aceh, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, Ketua DPRA dan Ketua Umum DPP JAMAN. (MB)