MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh pelosok dunia telah berdampak pada semua aspek kehidupan, tidak terkecuali aspek pertanian (ketahanan pangan). Dalam aspek ketahanan pangan, pandemi covid telah menyebabkan terganggungnya ketahanan pangan nasional, baik dari segi ketersediaan, akses, distribusi maupun kemanan pangan.
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Agung Hendriadi menjelaskan dampak Covid-19 pada sektor pertanian, khususnya komoditi tanaman pangan adalah terganggunya produksi pangan akibat pembatasan kegiatan, terjadinya penurunan daya beli masyarakat, terganggunya jalur distribusi pangan, petani rentan tekena Covid-19, potensi terjadinya krisis pangan, dan adanya ancaman ketersediaan pangan yang hanya dipenuhi dari impor.
“Ini yang kita hadapi saat ini dan semuanya harus kita tangani. Kalau berhasil kita tangani, akan terjadi peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP)” jelasnya dalam webinar Dialog Agribisnis Series 1 ‘Tantangan dan Peluang Agribisnis di Era New Normal’ Kamis.
Terkait dengan upaya pemulihan ketahanan pangan yang terdampak oleh pandemi covid, program yang akan dijalankan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan di era New Normal dalam peningkatan ketersediaan pangan adalah skema CB1 (Peningkatan kapasitas produksi), CB2 (Diversifikasi Pangan Lokal), CB3 (Penguatan cadangan dan Sistem Logistik Pangan), dan CB (Pengembangan pertanian modern)
Secara rinci program Peningkatan Ketersediaan Pangan pada masa pemulihan atau era New Normal, dapat diuraikan sebagai berikut :
Pertama, Peningkatan kapasitas produksi, meliputi kegiatan percepatan tana padi musim tanam kedua tahun 2020 seluas 5,6 juta hektare. Pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah seluas 164.598 hektar, Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) Padi, Jagung, Bawang Merah dan Cabai di daerah defisit, Peningkatan produksi Gula, Daging Sapi dan Bawang Putih untuk mengurangi impor.
Kedua, Diversifikasi pangan lokal meliputi kegiatan Pengembangan divesifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal yang fokus pada satu komoditi utama, Pemanfaatan pangan lokal secara masif seperti : Ubi Kayu, Jagung, Sagu, Pisang, Kentang dan Sorgum, Pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan marguinal melalui Pekaranagan Pangan Lestari (P2L) untuk 3.876 kelompok.
Ketiga, Penguatan cadangan dan sistem distribusi pangan meliputi Penguatan cadangan beras pemerintah provinsi, Penguatan cadangan beras pemerintah kabupaten/kota, Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakatberbasis Desa (LPMDes) untuk 5.328 LPM, dan Penguatan sistem logistik pangan nasional untuk stabilitas pasokan dan harga pangan.
Keempat, Pengembangan pertanian modern meliputi Pengembangan Smart Farm, Pngembangan dan pemanfaatan Screen House/Green House untuk peningkatan produksi hortikultura diluar musim (untuk komoditi Cabai, Bawang dan Komoditas bernilai ekonomis tinggi), Pengembangan Food Estate untuk peningkatan produksi komoditi pangan utama Padi dan Jgung di Kalimantan Tengah dan Pengembangan korporasi petani.
Agung mengharapkan agar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mulai bergerak untuk menjalankan program tersebut pada saat skema new normal mulai diberlakukan di masing-masing daerah.
“Kita ingin program peningkatan ketersediaan pangan ini dapat berjalan sinergis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, karena kondisi ketahanan pangan kita saat ini dalam posisi lemah, sehingga perlu segera upanya cepat untuk meningkatkan ketersediaan pangan ini, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus memback up program ini, karena ketahanan pangan nasional tergantung pada ketahanan pangan daerah” lanjut Agung.
Untuk skala provinsi, pemerintah Aceh sudah mulai bergerak dengan program percepatan musim tanam padi dan pengembangan komoditi jagung. Sementara untuk kabupaten/kota, tentu sangat diaharapkan respon cepat dari pemerintah daerah melalui instansi terkait untuk meningkatkan ketersediaan pangan daerah melalui program-program nyata dan segera. {}