MERDEKABICARA.COM | BATAM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pemerintah Provinsi Riau sepakat menjadikan Kabupaten Meranti sebagai kawasan pengembangan budidaya kakap putih nasional. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam nota kesepakatan bersama antara Ditjen Perikanan Budidaya, Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Daerah Kabupaten Meranti. Sebagaimana diketahui Kabupaten Meranti merupakan wilayah kepulaun yang memiliki potensi pengembangan bududaya laut yang besar.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengungkapkan pemilihan Meranti sebagai Centra kawasan budidaya kakap putih nasional, selain karena memiliki potensi pengembangan yang besar, juga karena komitmen Pemda yang tinggi pada upaya percepatan pembangunan perikanan di daerahnya.
“Kami telah menangkap komitmen dan harapan daerah melalui Bupati tentang bagaimana mendorong budidaya laut di Kabupaten Meranti mengingat potensinya yang sangat besar. Maka, kita buat kesepakatan bersama dengan memilih komoditas kakap putih sebagai unggulan. Pertimbangannya, karena kakap putih ini punya pangsa pasar yang luas dan bisa didorong untuk menghasilkan devisa”, ungkap Slamet.
Slamet menambahkan, secara nasional potensi indikatif budidaya laut mencapai 12,1 juta hektar dengan potensi nilai ekonomi diprediksi hingga 150 milyar USD per tahun, jika seluruhnya mampu dimanfaatkan optimal (di luar rumput laut). Namun demikian, saat ini pemanfaatan potensi budidaya laut masih kurang dari 10%. Slamet menegaskan bahwa ini yang akan menjadi PR besar dalam 5 tahun mendatang yakni bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada menjadi sumber ekonomi.
“Untuk komoditas budidaya laut, khususnya kakap putih, orientasi kita memang akan lebih fokus bagi kepentingan ekspor seperti ke China, Taiwan, Jepang, USA, dan Uni Eropa. Kawasan yang akan kita kembangkan di Meranti akan menjadi pilot project nasional, nanti kita lihat hasil proses bisnisnya seperti apa. Saya optimis, jika mampu kita optimalkan, Indonesia akan berpeluang menguasai suplai share ekspor kakap putih dan ini akan mendongkrak devisa kita secara signifikan”, jelas Slemet.
Ia juga menambahkan penetapan pusat kawasan budidaya kakap putih di Kabupaten Meranti diharapkan akan memicu daerah lain menerapkan model serupa. Menurutnya prinsip pengembangan kawasan ini diharapkan akan memberikan multiplier effect yang besar bagi ekonomi dan perluasan tenaga kerja.
“Kita akan pastikan ada multistakeholders yang terlibat mulai dari hulu hingga hilir. Termasuk nanti bagaimana membangun jejaring pasar baik untuk lokal maupun ekspor”, imbuhnya.
Untuk merealisasikan model yang sama, Slamet meminta Pemda segera merampungkan Perda Rencana Zonasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) untuk menjamin legalitas dan kondusifitas iklim usaha budidaya laut.
“Bagi Pemda yang memiliki wilayah pesisir, laut dan atau pulau perlu segera merampungkan pengesahan Perda RZWP3K, karena ini yang akan menjamin perlindungan investasi budidaya laut. Kalau ini sudah ditetapkan, nanti tinggal kita tetapkan dimana lokus pengembangannya yang efektif. Selama ini yang jadi kendala masuknya investasi di usaha budidaya laut salah satunya terkait kepastian hukum. Jadi ada beberapa kasus, budidaya laut harus tergusur karena terjadi konflik kepentingan dengan sektor lain”, pungkas Slamet.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Meranti, Eldy Syahputra mengatakan bahwa potensi untuk pengembangan budidaya laut di Kabupaten Meranti mengacu pada Perda Provinsi tentang RZWP3K mencapai 438 Ha. Khusus untuk potensi efektif budidaya kakap putih sekitar 175 ha, dengan potensi produksi diperkirakan mencapai 10.500 ton per tahun.
“Saya kira melalui penetapan Kabupaten Meranti sebagai pusat kawasan budidaya kakap putih, nanti diharapkan ada kontribusi bagi ekonomi daerah”, kata Eldy.
Menurutnya sejak lima tahun belakangan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti mulai menggalakkan program budidaya melalui keramba jaring apung.
Oleh karenanya, untuk mendorong minat masyarakat, Pemkab Kepulauan Meranti sejak lima tahun terakhir sudah menebar 84 unit KJA dan dikelola oleh kurang lebih 260 nelayan dengan produksi kakap putih mencapai 60 ton per tahun.
“Untuk market, pangsanya sangat menjanjikan. Setiap kilo-nya bisa dijual dengan harga Rp 70 ribu sampai Rp 80 ribu. Ini untuk permintaan pasar lokal di Provinsi Riau, apalagi nanti ke depan jika mampu tembus ekspor dipastikan nilai tambahnya lebih tinggi lagi”, pungkasnya.
Benahi Logistik Benih
Secara terpisah, Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Toha Tusihadi, mengatakan bahwa pihaknya diberi tanggungjawab untuk menjamin ketersediaan suplai benih kakap putih, diseminasi dan pendampingan teknologi budidaya.
Langkah awal yang akan dilakukan, menurut Toha yakni memberikan dukungan benih, dan membangun pola segmentasi penyiapan benih. BPBL Batam juga mendukung upaya merevitalisasi UPTD Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Selat Panjang yang dilakukan oleh Pemkab Kepulauan Meranti dengan melakukan pendampingan pelaksanaan rehabilitasi sarana dan prasarana serta pendampingan teknologi produksi benih.
“Sebagai Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perikanan Budidaya, BPBL Batam berkomitmen untuk merealisasikan Nota kesepakatan yang telah dibangun oleh ketiga pihak. Penyediaan benih untuk mendukung pengembangan kawasan siap kami penuhi. Tim BPBL Batam telah menyiapkan tenaga pendamping, sehingga BBIP Selat Panjang mampu memproduksi benih secara mandiri”, tegas Toha.
Dalam penjelasannya, Toha menyampaikan bahwa pengembangan pusat kawasan budidaya laut di Kepulauan Meranti akan didorong melalui pola segmentasi usaha. Pola ini dibangun dengan harapan
bahwa kedepannya akan terbentuk suatu kawasan budidaya laut yang mandiri.
Segmen pertama adalah produksi benih 0,8 cm. Pada segmen ini, saat ini benih 0,8 cm masih mengandalkan produksi dari BPBL Batam. Mulai tahun 2020 ini, BPBL Batam akan mendampingi BBIP sehingga nantinya untuk kebutuhsn benih mampu dipenuhi dari balai ini.
Segman kedua, produksi pendederan di Tambak oleh koperasi/Pokdakan produsen benih. Tugas dari Pokdakan ini adalah memproduksi benih ukuran 8 cm (siap tebar di KJA) dari benih ukuran 0,8 cm.
“Pada segmen ini telah dilakukan penebaran perdana sebanyak 100.000 ekor dengan targetkan produksi benih ukuran 8 cm minimal 40.000 ekor. Kami menargetkan dalam tahun 2020 ini ada 3 siklus penebaran. Nantinya dari pembesaran KJA dapat mencapai paling tidak 20 ton dan tenaga kerja yang terlibat diperkirakan minimal 50 orang “, imbuh Toha.
Segmen ketiga, usaha pembesaran di Karamba Jaring Apung (KJA). Hasil produksi dari tiga siklus penebaran ini diproyeksikan mampu menghasilkan ikan konsumsi sebesar 40 ton sampai 60 ton.
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau, Herman, menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi berkomitmen untuk mewujudkan Meranti sebagai pusat kawasan budidaya kakap putih nasional. Menurutnya, tahun ini Pemprov akan mengalokasikan anggaran sekitar Rp. 1 milyar untuk mendukung program ini.
“Harapan nanti melalui pengembangan kawasan budidaya kakap putih ini akan ada multiplier effect baik bagi ekonomi lokal, daerah dan nasional”, ungkap Herman. {}