MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyampaikan dimulainya zona hijau tergantung dari kesiapan daerah melalui tahapan-tahapan terutama koordinasi Bupati/Wali Kota dengan berbagai tokoh.
“Kalau bupati, wali kotanya telah melalui tahapan-tahapan, telah berkoordinasi, berunding/berembuk dengan tokoh-tokoh agama, pakar epidemiologi, termasuk juga tokoh-tokoh pers di daerah yang mungkin tahu perkembangan bagaimana maunya rakyat seperti apa, kepala daerah bisa membuka,” ujar Ketua Gugus Tugas saat memberikan jawaban kepada wartawan usai Rapat Terbatas (Ratas), Kamis.
Kalau memang dianggap belum waktunya, menurut Doni, tidak ada masalah jadi ini diserahkan pada daerah apa yang harus dilakukan, pusat memberikan arahan dan guidance supaya daerah juga punya semangat tinggi untuk menjaga lingkungannya tetapi juga harus tetap memperhitungkan potensi adanya masyarakat yang kehilangan pekerjaan.
Pada kesempatan itu, Ketua Gugus Tugas juga menyampaikan bahwa Presiden telah memberikan arahan untuk pelibatan swasta dalam rangka menambah kapasitas pemeriksaan yang sekarang ini 10.000 bisa mencapai 20.000 dan mungkin sampai 30.000.
“Yang penting intinya semuanya terintegrasi melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Jadi izin, kemudian ketentuan-ketentuan yang ada, termasuk tentunya masalah keamanan, supaya ini menjadi atensi. Karena risiko yang dihadapi oleh para pekerja laboratorium ini tidak jauh berbeda dengan risiko yang dihadapi oleh para dokter dan perawat,” imbuh Ketua Gugus Tugas.
Beberapa waktu yang lalu, Ketua Gugus Tugas menjelaskan bahwa sejumlah dokter dan tenaga laboratorium itu sempat terpapar Covid-19 karena ada kebocoran dari laboratorium.
“Ini yang harus kita jaga, kita harus betul-betul meyakini jangan sampai dokter kita, perawat kita, petugas laboratorium kita menjadi korban atau menjadi berisiko karena sistemnya belum maksimal,” ungkap Ketua Gugus Tugas.
Jadi, lanjut Doni, Gugus Tugas bersama dengan Kementerian Kesehatan di bawah bimbingan Menko PMK akan senantiasa memperhitungkan segala aspek terutama masalah keamanan dari tenaga medis.
Soal reagen, Ketua BNPB sampaikan yang tahap pertama masih tersedia, jadi total sekitar 1,1 juta reagen untuk PCR, baik itu VTM-nya, ekstraksi RNA-nya, ini semuanya sudah didapatkan.
“Mungkin dalam beberapa minggu ke depan stoknya sudah mulai berkurang, tetapi tetap ada kerja sama dengan beberapa negara, sewaktu-waktu kita membutuhkan reagen maka stok yang ada ini bisa kita datangkan,” terang Doni.
Demikian juga, lanjut Doni, beberapa swasta sudah berusaha untuk mendapatkan reagen sehingga bisa kombinasi nanti dan Pemerintah tidak lagi terlalu khawatir seperti pada pertengahan April yang lalu kehabisan stok reagen, dan sekarang ketersediaannya reagen bisa terpenuhi.
Soal sebaran tes, menurut Doni, tergantung dari tingkat kasus terkonfirmasi positif dilaporkan.
“Makanya sekarang kita memperbanyak mobile laboratorium BSL 2. Artinya apa? Ketika nanti suatu daerah telah mengalami penurunan, maka kendaraan itu bisa kita geser/pindahkan ke kabupaten atau provinsi lain yang membutuhkannya sehingga akan jauh lebih efisien,” ungkapnya.
Anggaran yang diperlukan, menurut Ketua Gugus Tugas, sejauh ini tim gabungan dari Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas masih merancang seberapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan pemeriksaan.
“Untuk diketahui, pada awalnya pemeriksaan laboratorium ini hanya ada di Balitbangkes, kemudian berkembang ditambah dengan beberapa lokasi lagi, beberapa tempat, termasuk dari Laboratorium Airlangga, dan Eijkman, serta UI. Dan setelah itu berkembang lagi menjadi lebih banyak lagi, sekarang sebarannya sudah semakin besar,” ujarnya.
Soal penilaian R0 dan juga Rt, menurut Doni, kalau sudah real time, otomatis sudah bisa mendapatkan data yang lebih akurat, tetapi tetap Gugus Tugas dan juga tim pakar dari tiap-tiap provinsi didorong untuk bisa mengacu kepada protokol yang telah ditentukan oleh WHO yang meliputi ada aspek epidemiologis, ada aspek surveilans, dan juga kesiapan dari fasilitas kesehatan.
Soal kasus positif yang akan lebih banyak karena pemeriksaan semakin besar, Ketua Gugus Tugas sampaikan memang semakin banyak diperiksa maka semakin banyak kasus yang terkonfirmasi seperti halnya di Jawa Timur.
“Karena jumlah PCR mesinnya sudah semakin banyak, kemudian kemampuan daerah untuk menjaring ODP dan OTG juga semakin besar, sehingga kasusnya meningkat. Tetapi yang kita harus perhatikan adalah jumlah ketersediaan rumah sakit, kemudian juga kasus kematian,” katanya.
Ketua Gugus Tugas mengaku telah mengimbau, diharapkan bagi yang telah sembuh bersedia untuk menyumbangkan plasmanya.
“Demikian juga di Jawa Timur, ada 699 pasien positif yang sudah sembuh, mereka sudah kembali ke masyarakat, ini juga kita imbau. Jadi semua warga negara kita, masyarakat kita, yang telah sembuh diharapkan bersedia untuk mendonorkan plasmanya kepada dinas-dinas kesehatan,” jelasnya.
Inilah, menurut Doni, bentuk gotong-royong yang dilakukan, obat belum ada, vaksin belum ada, jadi cara pengobatan yang telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan telah diakui juga oleh beberapa lembaga internasional menggunakan metode plasma konvalesen.
“Dan kita dorong terus supaya pakar kita, ahli-ahli kedokteran kita, ahli kesehatan kita semakin banyak yang memiliki kemampuan untuk terapi plasma ini,” terangnya. {}