MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Ketidakpastian pasar keuangan global akibat COVID-19 makin tinggi, meskipun intensitas di Tiongkok mulai berkurang. Asesmen terkini Bank Indonesia menunjukkan penyebaran COVID-19 di Tiongkok mulai berkurang dan berdampak positif pada kenaikan kegiatan ekonomi di Tiongkok. Namun demikian, ketidakpastian pasar keuangan makin meningkat pasca ditemukannya kasus COVID-19 di luar Tiongkok.
Investor global menarik penempatan dananya di pasar keuangan negara berkembang dan mengalihkan kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman seperti UST Bond dan emas. Kondisi ini kemudian menekan pasar keuangan dunia dan memberikan tekanan depresiasi cukup tajam pada banyak mata uang global, termasuk Indonesia.
Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan Otoritas lain dalam melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah dan memitigasi dampak risiko COVID-19 terhadap perekonomian domestik. Pemerintah telah dan akan terus meningkatkan ruang stimulus fiskal dan memberikan kemudahan berusaha di sektor riil termasuk kegiatan pariwisata dan ekspor-impor, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia terus konsisten menjaga stabilitas moneter, nilai tukar Rupiah, dan pasar keuangan, serta mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan menempuh kebijakan untuk melakukan stabilisasi pasar saham serta terus memperkuat ketahanan industri perbankan dan jasa keuangan lain.
Pada RDG 19-20 Februari 2020, Bank Indonesia telah menempuh berbagai kebijakan untuk memitigasi risiko COVID-19. Suku bunga kebijakan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) diturunkan sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Strategi operasi moneter juga terus diperkuat guna menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.
Selain itu, Bank Indonesia juga menyesuaikan ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang bank di luar negeri yang diperuntukkan bagi ekonomi Indonesia.
Kebijakan sistem pembayaran juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi antara lain melalui perluasan akseptasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) serta elektronifikasi bansos dan transaksi keuangan Pemda.
Dalam rangka memperkuat koordinasi dan berbagai langkah kebijakan yang telah diambil sebelumnya, Bank Indonesia pada hari ini menempuh beberapa langkah kebijakan lanjutan untuk menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan, termasuk memitigasi risiko COVID-19. Langkah penguatan tersebut meliputi lima kebijakan:
-
Meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Untuk itu, Bank Indonesia akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF, pasar spot, dan pasar SBN guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah.
-
Menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional, dari semula 8% menjadi 4%, berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar 3,2 miliar dolar AS dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
-
Menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah kegiatan ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah. Kebijakan akan diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku selama 9 bulan dan sesudahnya dapat dievaluasi kembali.
-
Memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan Rupiah.
-
Menegaskan kembali bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan perekonomian, termasuk dampak COVID-19 serta terus memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat reformasi struktural. (Ril)