MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Pemerintah terus mendorong peningkatan investasi sektor industri di Tanah Air. Adapun jenis sektor-sektor manufaktur yang dibidik, antara lain industri yang menghasilkan produk substitusi impor, berorientasi ekspor, padat karya dan berbasis teknologi tinggi.
Salah satu jurus jitu untuk menarik investor tersebut, pemerintah telah memfasilitasi pemberian berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, super deduction tax. Langkah lainnya, pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri.
Upaya strategis itu dinilai dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif, khususnya bagi pelaku industri. Melalui peningkatan investasi, diharapkan dapat memperkuat struktur industri di dalam negeri, menekan defisit neraca perdagangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Untuk fasilitas tax holiday misalnya, sudah banyak pengaruhnya bagi industri atau calon-calon investor. Setelah kami pulang dari Jepang dan Korea Selatan, mereka sangat menghargai kebijakan pemerintah saat ini yang dinilainya sangat pro industri,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (22/11).
Menperin mengungkapkan, setelah melakukan kunjungan ke Jepang dan Korea Selatan pada 18-20 November 2019 lalu untuk melakukan one on one meeting bersama direksi korporasi-korporasi top di dua negeri tersebut, pemberian insentif fiskal mulai mendapatkan tanggapan positif dari para investor di Negeri Sakura dan Negeri Ginseng tersebut.
Mengenai penerapan insentif super deduction tax, saat ini masih dalam tahap sosialisasi sehingga belum ada yang menikmati program itu. Meski demikian, pemerintah percaya program itu dapat mendatangkan banyak investor karena telah diperhitungkan dengan matang. “Ini regulasinya baru mulai, tapi sudah ada perhitungannya sebelumnya,” ujarnya.
Selain memberikan insentif fiskal, kebijakan selanjutnya guna mendongkrak daya saing industri nasional, yakni pengoptimalan Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Program P3DN merupakan upaya untuk mendorong instansi pemerintah agar mengoptimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri, terutama terkait dengan kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Selain itu, mengajak masyarakat agar lebih menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor. “Jadi, kami ingin menciptakan suatu kondisi di mana industri dalam negeri bisa merasa nyaman di rumahnya sendiri. Salah satu upaya yang perlu dijalankan saat ini adalah mengoptimalkan program P3DN,” tegasnya.
Pemerintah juga telah berkomitmen membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi Industri 4.0. Dalam upaya mendukung pelaksanaan Making Indonesia 4.0, pemerintah tengah mengupayakan penguatan SDM melalui program pendidikan dan pelatihan vokasi industri.
Oleh karena itu, guna mempercepat terciptanya tenaga kerja industri yang kompeten, fasilitas super deduction tax, juga diberikan kepada industri yang mau terlibat dalam pengembangan kualitas SDM. “Ini sangat penting guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan kompeten sesuai kebutuhan industri,” tutur Menperin.
Tak tanggung-tanggung, apabila perusahaan menjalankan program pendidikan vokasi industri, pemerintah memberikan potongan pajak hingga 200% . Sedangkan, bagi perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan di Indonesia akan diganjar pengurangan pajak sampai 300%.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk pengendalian impor, yakni dengan memberlakukan aturan safeguard (pengamanan perdagangan) untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dalam aturan safeguard, Kemenperin juga mendorong diterapkan di industri alas kaki. Langkah ini diperlukan untuk melindungi industri alas kaki dalam negeri dari serbuan produk impor.
“Kami lihat harus ada safeguarding, jadi industri sepatu kita bisa kompetitif dengan produk-produk yang datang dari luar negeri,” sebut Agus. Dengan adanya safeguard ini, diharapkan produk alas kaki dan produk tekstil bisa semakin bersaing dengan produk- produk impor. (Fahrizal S)