MERDEKABICARA.COM | ACEH UTARA –Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberi peluang
cukup besar bagi perkembangan perekonomian Aceh belum ada realisasi
dan masih belum terlihat adanya perobahan. Bahkan ekonomi Aceh masih tetap ditentukan dan didekte oleh Medan. Mengapa kalangan pebisnis dan
konglomerat Aceh belum beradapsi terhadap peluang tersebut
Arah pembangunan ekonomi Aceh ke depan masih belum jelas.
Masih belum bisa dipredeksikan. Belum terlihat misalnya, Pemerintah
Aceh dalam upaya membangun ekonomi daerah telah membentuk suatu
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta dalam
pengelolaan dan menggali potensi sumberdaya alam yang melimpah di
Aceh.
Belum ada kebijakan kebijakan pembangunan yang didasarkan
pada kekhasan daerah dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, sumber daya fisik serta sumberdaya alam lokal. Belum terlihat inisiatif± inisiatif yang berasal dari Pemerintah Aceh dan
pelaku usaha dalam proses untuk merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi.
Yang terlihat Pemerintah Aceh dari tahun ke tahun baru
sebatas mengurus dan terpaku kepada pengeloaan dana APBA dan Otsus. Padahal dalam era perdagangan bebas dewasa ini, dimana arus modal akan begitu mudah berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lain, pemerintah Aceh sejauh ini sepertinya belum
tertarik kepada aliran modal tersebut.
Belum terpikir bagaimana aliran modal ini dapat bermanfaat, mungkin disinilah peran pemerintah, khususnya mereka yang diberikan kepercayaan, yaitu perangkat SKPD terkait. Aliran modal akan masuk ke daerah-daerah yang memiliki potensi dan memberikan keuntungan terhadap pemiliknya. Bagaimana pergerakan modal ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung perkembangan ekonomi daerah adalah menjadi pekerjaan SKPD terkait.
Sebenarnya banyak langkah bisa dilakukan oleh Gubernur Nova Iriansyah untuk menciptakan suatu kondisi supaya aliran modal masuk ke Aceh. Menciptakan peluang dan iklim kondusif menjadi kata kuncinya. Cuma dalam hal ini mampukan Gubernur Nova Iriansyah untuk mengembalikan iklim kondusif yang menjadi penentu masuknya investasi ke Aceh.
Peluang dapat muncul manakala ada upaya untuk menciptakannya. Kendati mendapat kendala dalam menciptakan kondisi ini bisa dipecahkan bersama. Di satu sisi upaya menarik modal dari luar daerah atau luar negeri dengan optimalisasi pemberian berbagai kemudahan, fasilitas dan dukungan namun di sisi yang lain potensi potensi yang mampu menarik aliran modal luar tidak begitu mudah dilakukan karena tidak saling dukung dan tidak saling bersinergis. Kuncinya disitu.
Menarik investasi domestik dan luar negeri menjadi pilihan bagi daerah ketika kecenderungan keterbatasan dana untuk pembangunan. Agar investasi itu datang kita dituntut untuk memperbaiki tata kelola pengelolaan unit yang bertanggung jawab terhadap keberadaan serta kedatangan investor.
Termasuk melakukan inventarisasi akan potensi lokal yang bersifat khas untuk ³dijual´ kepada investor luar daerah atau luar negeri. Mengutip analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), pemanfaatan sumber daya alam dan manusia harus dapat bersinergi untuk memperoleh manfaat yang maksimal.
Sejauh ini Pemerintah Aceh sepertinya masih tertinggal jauh dibanding daerah lain dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal dan fungsinya. Belum berjalannya kebijakan tekhnis di bidang penanaman modal, perumusan rencana pengembangan dan penetapan program kerja.
Begitu juga terhadap koordinasi pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan, pembinaan dan pengawasan di bidang penanaman modal, pengelolaan data dan informasi di bidang penanaman modal termasuk fasilitasi pola kemitraan dan pengembangan kelembagaan penanaman modal.
Padahal Aceh pernah mendapat prestasi ketika dibangun Zona Industri Lhokseumawe (ZIL) seharusnya menadi pembelajaran berharga dalam
melaksanakan tata kelola pengembangan dan pembinaan penanaman modal asing. Ketika itu perekonomian Aceh pernah mengalami masa-masa yang mengagumkan
dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas provinsi lain.
Sangat disesalkan, ketika suara gemuruh berbagai industri raksasa di Lhokseumawe dan Aceh Utara selama puluhan tahun tidak melahirkan industri industri kecil lainnya. Padahal peredaran uang di Lhokseumawe saat itu begitu tinggi yang ditandai hadirnya puluhan bank mengalahkan Banda Aceh
Kiranya untuk kedepan dalam upaya mendatangkan kembali investor asing masuk ke Aceh perlu dilakukan inovasi dan perubahan paradigma pemikiran mengenai potensi sumber daya alam daerah sebagai magnetnya.
Barangkali semakin ramainya bisnis kuliner, semakin banyaknya show room, dealer sepeda motor, counter Hand Phone dan usaha lain, merupakan bagian dari multiplier effect economy sambil menunggu kehadiran industri skala menengah dan besar lainnya di Aceh.
Untuk proses kearah tersebut kita menuntut para pelaku ekonomi dan pelaku politik di Aceh untuk segera memperbaiki komitmen serta kinerjanya dalam merealisasikan cita cita tersebut. Sekali lagi kunci keberhasilan terletak dan didukung oleh iklim politik yang stabil dan kondusif.
Mungkin apa yang dialami industri pupuk PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) satu satunya industri besar yang masih beroperasi di Aceh yang sulit berkembang. Bahkan pabrik NPK yang sedang dibangun serta kawasan komersil di eks pabrik pupuk PT AAF masih tersendat. Pemerintah Aceh jarang bersuara untuk pengembangn industri termasuk Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe.
Hanya sistem perijinan investasi yang sudah ditangani secara sentralistis dan integrated sehingga telah mengurangi rantai birokrasi yang berlebihan. Namun tuntutan politis dari banyak lembaga swadaya masyarakat menjadi kendala tersendiri yang telah ikut mengganggu kalangan pebisnis di Aceh.
Kalangan pebisnis dan investor ingin masuk ke Aceh namun mareka masih menaruh sangsi terhadap iklim berusaha yang belum kondusif. Pengusaha-pengusaha luar yang ingin melakukan ekspansi usahanya disegala lini usaha masih harus menunggu.
Saatnya Pemerintah Aceh dibawah Gubernur Nova Iriansyah untuk berfikir dan bisa merobah kepada iklim usaha yang baik dan kondusif untuk dunia usaha dan para calon investor. Tentu Pemerintah Aceh sekarang harus segera membatasi kalangan peminta minta yang menjurus kepada pengancaman. Pengusaha dan calon investor di manapun menuntut kenyamanan, keamanan dan kepastian berusaha dari proses penanaman modalnya di Aceh.
Momentum percepatan investasi seperti yang terjadi diberbagaiprovinsi lain perlu dipelajari dan ditiru, sehingga pada akhirnya dapat tercipta lapangan kerja yang lebih banyak dan manfaat untuk masyarakat yang lebih luas. Mempersiapkan masa depan untuk
kelangsungan pembangunan ekonomi daerah Aceh haruslah dilakukan dari awal.
Kondisi kehidupan perekonomian dan tatanan masyarakat yang adil, sejahtera dan bermertabat merupakan harapan semua rakyat Aceh sekarang ini. Harapan yang mereka dambakan adalah kapankah lapangan kerja di sekitar mereka dapat tersedia. {}
Penulis : Usman Cut Raja
MERDEKABICARA.COM | JAKARTA -Penjabat (Pj) Bupati Aceh Utara Dr. Drs. Mahyuzar, MSi mengikuti Rapat Koordinasi…
MERDEKABICARA.COM | JAKARTA - Penjabat (Pj) Bupati Aceh Utara Dr. Drs. Mahyuzar, M.Si menghadiri acara…
MERDEKABICARA.COM | PIDIE - Dalam rangka mendukung program pemerintah terkait ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan…
MERDEKABICARA.COM | LHOKSEUMAWE - Pewarta Pase Badminton Club (PPBC) siap mengelar turnamen tahunan PPBC Cup…
MERDEKABICARA.COM | LHOKSEUMAWE - Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dinas Kelautan, Pertanian, Perikanan dan Peternakan (DKPPP)…
Merdekabicara.com, Redelong-- Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Cawagub Paslon 01, HM Fadhil Rahmi Lc MAg…