MERDEKABICARA.COM | JAKARTA – Berawal dari temuan zat radioaktif di lahan kosong Perumahan BATAN Indah, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan (Tangsel) oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), kini muncul banyak pertanyaan soal penerapan keamanan nuklir di Indonesia. Pertanyaan ini semakin menguat dengan adanya temuan baru oleh pihak kepolisian berupa zat radioaktif di rumah salah seorang warga BATAN Indah.
Dengan adanya temuan zat radioaktif tersebut seakan sistem keamanan nuklir dan budaya keamanan nuklir di Indonesia belum terlaksana dengan baik. Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab atas terlaksananya keamanan nuklir di Indonesia?
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Anhar Riza Antariksawan mengatakan, ada tiga hal yang menjadi kunci dalam pemanfaatan iptek nuklir. “Keselamatan, keamanan, dan seifgard atau akuntansi bahan nuklir adalah tiga kata kunci dalam pemanfaatan iptek nuklir di berbagai bidang,” kata Anhar.
Sebagai Badan Pelaksana di bidang ketenaganukliran, tegas Anhar, BATAN juga menjadikan tiga kata kunci tersebut sebagai prinsip dasar dalam semua kegiatan litbang dan pemanfaatan iptek nuklir. Penerapan ketiga kata kunci tersebut ditentukan oleh manusia yang menjalankannya, oleh karena itulah BATAN berkomitmen menumbuhkembangkan budaya keselamatan dan budaya keamanan nuklir.
Ia menjelaskan, komitmen tersebut telah dinyatakan BATAN dalam Pernyataan Kebijakan dan menjadi bagian sistem manajemen BATAN yang harus diikuti oleh semua pegawai BATAN dalam mengelola fasilitas dan menjalankan semua kegiatannya. “Penumbuhkembangan budaya tidak dapat dilakukan dan dilihat hasilnya dalam hitungan hari, bulan atau bahkan tahun, tapi merupakan upaya yang terus menerus disertai upaya perbaikan secara berkelanjutan untuk menjadikan keselamatan dan keamanan tercermin dalam setiap sikap dan perilaku pegawai,” tambah Anhar, selasa (3/3).
Sejauh ini, menurut Anhar, BATAN secara reguler telah melakukan kegiatan internalisasi budaya keselamatan dan keamanan nuklir untuk semua pegawai dengan memanfaatkan media teknologi informasi. Selain itu, BATAN juga melakukan penilaian mandiri secara reguler, dan selalu siap diinspeksi oleh BAPETEN maupun oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA).
Penggiat budaya keamanan nuklir, Khairul membeberkan persoalan keamanan nuklir di Indonesia. “Sebagai negara anggota IAEA, Indonesia wajib menerapkan aturan terkait budaya keamanan nuklir yang diterbitkan oleh IAEA,” kata Khairul.Salah satu pedoman IAEA tersebut menurut Khairul adalah Budaya Keamanan Nuklir / Nuclear Security Culture (NSS No. 7, 2008). Dalam menerapkan aturan tersebut, pihak terkait digolongkan ke dalam dua level yakni level nasional dan level fasilitas atau pemegang izin. Level nasional terdiri dari BAPETEN, BATAN, POLRI, TNI, BNPT, Bea dan Cukai, BIN, Kemenlu, dan instansi terkait keamanan. Sedangkan untuk level fasilitas atau pemegang izin adalah BATAN, industri, kesehatan, dan para pemegang izin lainnya.
BATAN sebagai salah satu Pemegang Izin (PI) bahan nuklir dan bahan radioaktif, bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan nuklir dan bahan radioaktif di semua fasilitas dan kegiatan yang dilakukannya. “Selain menerapkan Sistem Proteksi Fisik (SPF) yang mengikuti aturan BAPETEN dan pedoman IAEA, BATAN juga menerapkan Sistem Manajemen Keamanan dan Budaya Keamanan Nuklir,” tambah Khairul.
SPF yang ada, menurut Khairul, senantiasa diawasi dan diinspeksi oleh BAPETEN maupun oleh IAEA dan BATAN senantiasa mengikuti rekomendasi kedua Badan tersebut untuk terus menerus memperbaiki SPF maupun sistem keamanan secara umum. Sejak tahun 2010, BATAN telah mengintensifkan sosialisasi dan internalisasi budaya keamanan nuklir, dan melakukan pengukuran secara reguler.
“Indonesia diakui oleh IAEA sebagai negara pertama di dunia yang melakukan penilaian mandiri budaya keamanan sesuai dengan pedoman IAEA untuk reaktor nuklir dan fasilitas riset lainnya yang melibatkan bahan nuklir dan radioaktif,” ujarnya.
Terkait kejadian kotaminasi bahan radioaktif di lahan kosong perumahan BATAN Indah, Serpong, dan penemuan bahan radioaktif di salah satu rumah warga, itu terjadi di luar kawasan yang menjadi kendali BATAN. Asal usul sumber radioaktif tersebut juga sedang dalam investigasi yang tidak serta merta menunjukkan berasal dari BATAN.
Meskipun demikian, hal ini menjadi pelajaran berharga untuk semakin meningkatkan keamanan nuklir, tidak hanya di tingkat fasilitas tapi juga di tingkat nasional. BATAN akan senantiasa siap berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan untuk memperkuat budaya keamanan nuklir.
“Sebelumnya, BATAN telah berbagi pengalaman dalam pengembangan budaya keamanan ke beberapa rumah sakit pemilik bahan radioaktif dan juga bekerja sama dengan beberapa pihak industri untuk menerapkan konsep budaya keamanan nuklir dalam kegiatan yang melibatkan bahan kimia berbahaya,” pungkasnya. {}