“Pesan saya jelas bahwa budidaya akan kita kembangkan terus dan menjadi tanggung jawab Ditjen Perikanan Budidaya, khususnya untuk lobster saya akan all-out bahwa ini harus dikembangkan di dalam negeri,” tegasnya usai meninjau lokasi budidaya lobster di keramba jaring apung yang dikelola PT. Lautan Berkah Perkasa (LBP) di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu (20/1/2021).
Lobster yang dipanen di keramba jaring apung Sumberkima jumlahnya mencapai 300 kilogram dengan size 200-300 gram per ekor. Hasil panen lobster jenis pasir serta mutiara ini akan langsung diekspor ke China dan merupakan ekspor perdana lobster hasil budidaya dengan sistem kandang tenggelam (Submerged cages).
Panen parsial kali ini merupakan kedua kalinya sejak budidaya dilakukan setahun lalu. Panen sebelumnya Desember 2020 dengan hasil 200 kilogram.
“Ini satu bukti menurut saya. Tadi saya sudah pegang ada yang beratnya satu kilogram lebih dan itu waktu budidayanya satu tahun. Ada juga yang empat bulan bisa panen dan menghasilkan,” paparnya.
Keberhasilan budidaya lobster di Desa Sumberkima menurutnya harus diikuti di daerah lain. Sebab Indonesia memiliki banyak benih yang merupakan modal utama untuk mengembangkan budidaya.
Dia berharap semua pihak bersinergi mengembangkan budidaya lobster ini. Karena selain manfaat ekonomi dan keberlanjutan yang diperoleh, budidaya lobster dalam negeri akan menekan angka penyelundupan benur yang masih terjadi sampai sekarang.
“Semua pihak harus bisa mendukung supaya jangan ada lagi penyelundupan BBL, semua harus bisa dibudidayakan di dalam negeri,” jelasnya.
Selain meninjau proses panen dan berbincang dengan pelaku budidaya, Menteri Trenggono juga melepas-liarkan dua persen lobster hasil panen ke laut di sekitar perairan Desa Sumber Kima sebagai upaya menjaga keberlanjutan.
“Keseimbangan alam juga dijaga dengan melakukan restocking atau pelepasliaran ini,” pungkasnya.
Direktur PT Lautan Berkah Perkasa Dwi Hariyanto menjelaskan, ada dua jenis lobster yang dibudidayakan di keramba jaring apung yang dikelolanya, yakni pasir dan mutiara. Dia menargetkan 100 petak kerambanya mampu memproduksi 24 ton lobster per tahun.
“Budidaya di sini memakai sistem budidaya seperti di Vietnam. Di mana bibit ditaruh di kandang, lalu dimasukkan ke laut di kedalaman 5 meter. Di kedalaman tersebut suhu dan salinitas terjaga dan lobster terlindungi dari sinar matahari langsung,” urai Dwi.
Dari aktivitas budidaya lobster ini, terserap 10 orang tenaga kerja lokal. Sementara nelayan penyuplai benih jumlahnya lebih dari 100 orang, dari Banyuwangi, Jembrana dan Tabanan. Menurut Dwi, tenaga kerja yang dibutuhkan kemungkinan besar bertambah seiring keseriusan pihaknya mengembangkan budidaya lobster ini.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Lobster Indonesia, Gunawan menyampaikan, bahwa Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi negara pengekspor lobster terbesar di dunia. {}